Meningkatnya permintaan maupun adanya tuntutan terhadap penyediaan bahan pangan sehat menyehatkan telah direspon petani dan pengusaha agribisnis dengan menyajikan hasil pertanian, terutama bahan pangan, dari hasil pertanian pada mutu bebas residu kimia dan pestisida. Sayangnya, setelah pupuk kimia dikenalkan sejak 40 tahunan lalu dan sukses meyakinkan para petani akan kehebatan pupuk dan pestisida (kimiawi) dalam memacu produksi, kini hampir semua bagian tanah pertanian Indonesia telah diasupi bahan kimia tersebut. Mengembalikan kondisi tanah pertanian untuk kepentingan produksi pertanian organik memerlukan waktu dan biaya yang mahal.
Pada dasarnya areal kebun dan sawah dapat dikembangkan menjadi lahan pertanian organik, namun yang terbaik adalah lahan pertanian dari praktek pertanian tradisional atau hutan alam yang tidak pernah mendapatkan asupan bahan-bahan agrokimia (pupuk dan pestisida). Dan, bila lahan yang digunakan berasal dari lahan bekas budidaya pertanian konvensional dengan penggunaan pupuk dan pestisida kimia secara masif dan eksploitatif, maka terlebih dahulu perlu dilakukan konversi. Konversi lahan adalah upaya yang bertujuan untuk meminimalkan kandungan residu kimiawi yang terdapat dalam tanah, serta memulihkan unsur fauna dan mikroorganisme tanah. Lamanya konversi tergantung dari intensitas pemakaian input kimiawi dan jenis tanaman sebelumnya. Masa konversi dapat diperpanjang maupun diperpendek tergantung pada sejarah lahan tersebut. Bila masa konversi telah lewat, lahan tersebut merupakan lahan organik. Bila kurang dari itu, maka lahan tersebut masih merupakan lahan konversi menuju organik.
Kendati dihasilkan dari kebun bebas residu bahan kimia, dan tentunya dengan produktivitas lebih rendah dibanding kebun menggunakan input kimiawi, produk pertanian organik di Indonesia masih belum dihargai secara pantas di pasaran. Dan, ketika hasil pertanian organik belum mendapat penghargaan konsumen secara layak, lalu kemudian, banyak diantaranya pengusaha agribisnis dan petani menerapkan pertanian dengan memadukan input kimia dengan organik secara bersamaan.
Hasil pertanian dari pemupukan terpadu ini belum bisa dikatagorikan sebagai produk organik, namun telah memberi banyak perobahan kepada kesehatan lahan beserta hasilnya. Beberapa model aplikasi pemupukan terpadu, setelah banyak petani diantaranya menggunakan kompos maupun pupuk kandang, kini mulai banyak digunakan pupuk NPK organik bentuk granul. Penggunaan organik granul, dengan kandungan NPK dalam batas tertentu sesuai sifat bahan organik akan memiliki kandungan nutrisi terbatas, organik granul diketahui memiliki kandungan lain yang sangat penting bagi tanaman. Dalam pupuk NPK organik Granul terdapat senyawa-senyawa organik lain yang bermanfaat bagi tanaman, seperti asam humik, asam fulvat, dan senyawa-senyawa organik lain.
Beberapa pedoman dosis aplikasi pupuk NPK Organik Granulpada beberapa tanaman dibawah ini disajikan berdasar hitungan kebutuhan hara bagi konversi tanah menuju organik per jenis tanaman. Dosis pupuk organik dalam aplikasi ini akan berkemampuan mengurangi penggunaan pupuk kimia, dalam hal ini dosis pupuk tablet, hingga 50 %, baik dari sumbangan peranan atas nutrisi yang dikandungnya maupun atas dasar kemampuan pupuk NPK organik granul dalam menumbuhkan mikrobial tanah.
Tanaman
|
Dosis/ Ha/’ Tahun
|
Aplikasi
|
|
Kelapa Sawit
|
10 kg/ Ha
|
1.500 kg/ Ha
|
2 x / tahun, disaat awal musim hujan atau akhir musim hujan
|
Karet
|
1,5 kg/ pohon
|
750 kg/ Ha
|
2 x / tahun, disaat awal musim hujan atau akhir musim hujan
|
Tanaman Keras (Buahan) meliputi : Durian, rambutan, pisang, nangka, salak,apel, jeruk, mangga
|
2 kg/ pohon
|
Tergantung jarak tanam atau populasi per Ha
|
2 x / tahun, disaat awal musim hujan atau akhir musim hujan
|
Tanaman penghasil minyak/ atsiri Cengkeh, Nilam
|
10 kg/pohon
|
Tergantung jarak tanam atau populasi per Ha
|
2 x / tahun, disaat awal musim hujan atau akhir musim hujan
|
Kopi
|
2 kg/ pohon
|
1.000 kg/ Ha
|
2 x / tahun, disaat awal musim hujan atau akhir musim hujan
|
Kakao
|
1,5 kg/ pohon
|
1500 kg/ Ha
|
2 x / tahun, disaat awal musim hujan atau akhir musim hujan
|
Padi/ Palawija ( kacang tanah, jagung, kedelai)
|
500 kg/ Ha
|
500 kg/ Ha
|
Disaat awal tanam
|
Sayuran Biji/ Buah ( cabai, terong, ketimun, lobak)
|
750 kg/Ha/musim
|
Disaat awal tanam
|
|
Sayuran Umbi ( bawang, wortel, bit, kentang dan sejenisnya
|
1.500 kg/ Ha
|
Disaat awal tanam
|
|
Sayuran Daun ( bawang daun, sawi, kol, bloomkol, dan sejenisnya.
|
750 kg/ Ha
|
Disaat awal tanam
|
Permintaan beras organik sudah banyak, justru stoknya yang kurang. Sebab beras organik, perlu perlakuan khusus
Praktik budidaya pertanian yang hanya memperhitungkan pada hasil sesaat tanpa mempedulikan efek kerusakan dikemudian hari menjadikan rusaknya kesuburan lahan pertanian akibat unsur-unsur dalam tanah ( C-organik, hara terkandung) terangkut oleh hasil panen serta efek dari penggunaan pupuk anorganik secara berkelebihan menyebabkan ketergantungan tanaman akan asupan hara dari luar dan menghilangnya kemampuan lingkungan tanaman menyediakan hara secara alamiah.
Dalam bukunya yang terkenal, Kitab al-Filaha (Buku tentang Pertanian), cendekiawan dari Andalusia atau Spanyol, Ibnu al-Awwan, menjelaskan sejumlah langkah memulai bertani. Hal pertama yang perlu diketahui mengenai pertanian adalah lahan pertanian itu. Apakah lahan tersebut baik atau tidak untuk ditanami.
Ia mengingatkan, siapa yang mengabaikan masalah itu tak akan menuai keberhasilan saat menggarap lahan pertanian. Ini bermakna para petani perlu memiliki pengetahuan tentang lahan, karakteristiknya, jenisnya, tanaman, dan pohon yang mestinya ditanam atau tidak di lahan tersebut