Posko Hijau Di Rumah Sakit St Boromeous Bandung

 Mengapa sekelas RS Boromeus kok membeli Komposter Biophosko ? Bukankah ada insinerator guna memusnahkan semua limbahnya ? Inilah yang menarik, para bagian rumah tangga RS Boromeus Bandung suatu saat berkunjung ke CVSK di Jl. Pungkur 115 Bandung – yang tiada lain adalah produsen sekaligus prinsipal komposter Biophosko di Bandung. Para suster yang berkerudung putih dan berseragam hitam putih itu dengan tekun membaca dan bertanya tatacara pengolahan sampah domestik padat menjadi kompos.

Ternyata, pembaca, manajemen RS Boromeus diyakini telah sangat mengerti akan bahayanya jika terjadi pencampuran antara sampah padat dengan sampah B3 ( Berbahaya, Beracun, Bau) – yang umumnya dihasilkan suatu rumah sakit dan terkatagori cytotoxic (mengandung racun, red). Tidak dapat dibayangkan jika jarum suntik bekas, bekas perban, potongan daging manusia maupun peralatan operasi lainnya bercampur dengan sampah dapur. Jika hal ini terjadi dan sampah tersebut terbuang ke TPS akan menyebabkan penularan penyakit kepada setiap orang yang bersentuhan dengan sampah tersebut atau air lindi yang dihasilkan di TPA akan merasuki sumur penduduk serta aliran air sungai. Dari segi kesehatan lingkungan cara penanganan tersebut, disamping melanggar ketentuan yang diatur dalam Peraturan Menteri Kesehatan No.986/MENKES/PER/XI/1992 tentang kesehatan lingkungan rumah sakit dan PP.12 tahun 1995 tentang pengelolaan limbah B3, juga dapat membahayakan kesehatan masyarakat sekitarnya karena sampah klinis merupakan sampah infeksius yang mayoritas sudah terkotaminasi dengan bakteri, virus dan bahan radioaktif maupun bahan beracun dan berbahaya (B3).

Dengan mengolah sampah dapur di RS Boromeus menjadi kompos, akan terjamin tidak adanya sampah B3 dan sampah medis tercampur ke sampah padat bersumber dari dapur. Memang sampah medis akan dibakar di insinerator bersuhu diatas 1000 derajat celcius- dengan demikian dipastikan hancur menjadi abu sementara sampah dapur dipastikan menjadi kompos. Sementara kompos pun terjamin tidak akan keluar dari area Rumah Sakit jika saja digunakan di pekarangan RS Boromeus – yang memang hijau karena banyak tanaman, bunga dan pohon tersebut.

Ditengah masih terbatas dan rendahnya RS memiliki fasilitas IPAL dimiliki rumah sakit di Kota Bandung, tentu saja bagi Boromeus dengan mengadakan beberapa unit Komposter akan menjadikan RS Boromeus selangkah lebih maju lagi dibanding Rumah Sakit lainnya di Kota Bandung. Dengan adanya fasilitas pengolahan komposter BioPhosko tentu saja akan melengkapi fasilitas insinerator, serta IPAL yang sudah ada sebelumnya. Konon menutut BPLHD Kota Bandung, insinerator Rumah sakit guna memusnahkan Limbah padat medis seperti bekas sarung tangan, jarum suntik, dan alat-alat kelengkapan operasi lainnya yang wajib dimusnahkan dengan cara dibakar menggunakan insinerator masih terbatas. Dari 28 rumah sakit di Kota Bandung, hanya 10 rumah sakit yang sudah memiliki insinerator. ”Sisanya, numpang ke rumah sakit yang sudah punya insinerator,” katanya (PR, 22/7/06).

Menurut Kabid Pencegahan BPLHD, cerobong insinerator minimal harus 2,5 kali lebih tinggi dari bangunan tertinggi yang ada di sekitarnya. Di Kota Bandung, rata-rata insinerator dibangun di lokasi yang sama dengan rumah sakit tersebut. Artinya, insinerator ada di daerah jantung perkotaan.
Mengapa sekelas RS Boromeus kok membeli
Nah jika Insinerator saja belum dimiliki semua Rumah Sakit, jika tanpa memiliki komposter pengolah sampah organik dari dapur – jangan-jangan ada bagian tubuh manusia pasien -yang ikut terbuang ke TPS ? Pantes aja ya di bagian belakang rumah sakit tertentu- khususnya dekat kamar jenazah dan TPS suka memberikan suasana serem, dingin dan ihh………………………kali aja ada di TPS, bagian tubuh – yang ngak rela ditinggal tidak ikut badan lainnya……………..he…………….he……eh hi…..hihihi… komposter bisa mengusir penampakan ye………….++++++++++++)