Peluang bisnis dari usaha pembangkitan energi baru terbarukan ( khsususnya yang berbahan sampah dan biomassa), sejak tahun 2012, ditopang pula oleh pemerintah yang mulai memberikan insentif berupa harga premium, melebihi harga daya listrik dari pembangkitan energi fosil, yakni harga pembelian oleh Perusahaan Listrik negara (PT. Persero PLN) atas daya listrik yang dibangkitkan para sponsor proyek/ investor ( pemerintah Provinsi/ Kabupaten/kota, swasta, koperasi dan masyarakat.
Bahkan, guna menarik minat para investor di proyek Pembangkit Listrik Tenaga Sampah (PLTSa) dan biomassa (PLTBM), pemerintah berniat menaikkan harga beli listrik PLN yang berasal dari pembangkit tersebut. Semula, berdasarkan Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Nomor 4 Tahun 2012, harga beli PLN atas listrik bersumber biogas, biomassa, dan sampah kota senilai Rp 850 hingga Rp 1.050 per kilo watt hours (Kwh)
Menurut Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Jero Wacik, pemerintah akan merevisi aturan itu dan menaikkan harga beli daya listrik dari pembangkitan energi baru (biomassa) menjadi Rp 1,250 hingga Rp 1,450 per Kwh. PLN wajib menyerap listrik ini. Pihaknya telah konsultasi publik dan membahas bersama PLN, ujarnya belum lama ini.
Pembangkit listrik yang bersumber dari energi terbarukan masih minim. Dari total kapasitas terpasang 44.124 MW di 2012, kapasitas pembangkit berbasis biodiesel, biogas, biomassa, dan sampah kota hanya 0,12%.
Berdasarkan pengalaman dalam 2 tahun terakhir, dengan telah dibangunnya model di 33 lokasi ( skala kecil sd output 25 KVA), dapat dianalisa bahwa perbesaran skala operasi pengolahan biomassa ( sampah, gulma dan limbah) memberikan parameter keuntungan lebih baik lagi, sebagaimana diperlihatkan dalam tabel PLTBM Skala bagi bagan baku berupa sampah 1000 ton, sebagaimana tabel berikut.
Dari 2.500 ton/ hari sampah perkotaan, dengan conveyor pemilah ( separate conveyor) akan dihasilkan 1.000 ton jenis sampah organik. Proses fermentasi dalam reaktor digester akan menghasilkan 59.976 m3 biomethan ( biogas murni). Gas per hari sebanyak itu akan menjadi energi sebanyak 119,952 KWH atau jika dijadikan energi panas ( bahan kompor) akan setara 57,576 kg LPG atau sama dengan 4.798 unit tabung LPG 12 kg. Dengan mengacu pada edaran Menteri ESDM Nomor 4 Tahun 2012, bisa dibeli PLN untuk dikoneksi pada jaringan Tegangan Rendah (TR) sebesar Rp 119. 952.000 / tahun.
Disamping perolehan energi diatas, teknologi fermentasi ( Solid Biomethan Fermentation) dalam instalasi Pembangkit Listrik Tenaga Biomassa (PLTBM), berbeda dengan pembangkitan energi baru dan listrik lainnya (PLT Surya, PTM Hidro, PLT Angin, maupun gasifikasi biomassa hanya menghasilkan listrik), pada teknologi fermentasi dalam PLTBM adanya perolehan pupuk organik yang kaya dengan senyawa dan hormon sebanyak 267.8 ton/ hari atau senilai Rp. 48.195.000 / tahun.
Dengan kedua output produk ( energi listrik ~ energi panas) serta pupuk organik, setiap 1.000 ton sampah organik, dengan menakar perolehan energi listrik dan pupuk organik dari biomassa ( Sampah Domestik Perkotaan) berdasar pengalaman model di 33 lokasi, akan menghasilkan pendapatan dari limbahnya sebesar Rp. 43.230.915.000/ tahun. Perolehan Energi Listrik dan Pupuk dari Biomassa ( Kasus sampah organik) ini sungguh luar biasa, jika saja pengelolaan sampah di perkotaan diarahkan bagi pembangkitan listrik dan pupuk PLTBM ini ( Sonson Garsoni *)