Prospek Free Trade Zone Batam

Akhir-akhir, sepanjang minggu III Agustus ini, saya suka baca koran lokal Batam sambil merasakan antusiasme dan dengar perbincangan orang-orang sambil sarapan di rumah makan Padang sebelah Kantor BBI – MarkNet di Batam. Gairah baru bagi geliat bisnis di Batam nampak terasa. Semua nampak optimis akan adanya banyak kesempatan ekonomi bertumbuh di Batam. Hampir semua media lokal di Batam ( Batam Pos, Tribun Batam, dll) selalu menempatkan isyu Batam sebagai Free Trade Area / Zone menjadi headline. Saya senang membaca harian lokal tersebut. Isinya nampak bersemangat menyambut FTZ- yang peraturannya yakni PP RI NOMOR 46 TAHUN 2007 TENTANG KAWASAN PERDAGANGAN BEBAS DAN PELABUHAN BEBAS BATAM, PP RI NOMOR 47 TAHUN 2007 TENTANG KAWASAN PERDAGANGAN BEBAS DAN PELABUHAN BEBAS BINTAN dan PPRI NOMOR 48 TAHUN 2007 TENTANG KAWASAN PERDAGANGAN BEBAS DAN PELABUHAN BEBAS KARIMUN baru saja diteken Presiden RI, Soesilo Bambang. Bahkan harian Tribun Batam ( 27/8) menulis tentang segera akan dibangun Kawasan Ekonomi Pariwisata Terpadu (KEWT) terbesar di Asia Tenggara ( diprediksi mengalahkan Singapore ) di 3 ( tiga) wilayah pulau- yang terhubung oleh Jembatan Barelang ( Batam, Rempang dan Galang). Tentu saja, KEWT yang dirancang dengan dana investasi belasan trilyun rupiah tersebut disebut-sebut akan menarik 500.000 tenaga kerja baru. Padahal jika pengangguran di Batam saat ini hanya 20.000, pembangunan KWET tentu saja akan menjadi penarik bagi tenaga ahli dari luar Batam untuk memasuki Batam. Free Trade Zone, disamping AFTA- yang lebih dulu menjadi konsensus antar negara ASEAN- akan benar-benar dinikmati Batam dalam kerangka pengembangan bisnis berorientasi ekspor.
Jika sepintas dilihat memang FTZ dan AFTA ada kesamaan kata namun dalam prakteknya mempunyai perbedaan yang mendasar. AFTA lebih ditekankan pada upaya untuk mengurangi hambatan perdagangan baik tarif maupun non tarif. Salah satu hambatan perdagangan yang akan dikurangi dalam konsep ini, adalah tarif bea masuk hingga mencapai 0 persen sampai 5 persen. Jika Indonesia tak siap, maka akan berakibat pada membanjirnya produk luar negeri yang mempunyai kualitas dan harga bersaing ini yang pada akhirnya bermuara pada terancamnya produk dalam negeri.
Konsep FTZ sendiri difokuskan pada upaya menarik investasi asing yang berorientasi ekspor. Industri seperti ini mempunyai manfaat selain menghasilkan setoran pajak (PPh), menyerap tenaga kerja dan manfaat lainnya seperti menumbuhkembangkan industri lokal (UKM) yang menjadi mitra perusahaan PMA dan tumbuhnya industri jasa pendukung. Industri lokal, didaerah FTZ, tidak akan terganggu, karena produk dari PMA didaerah FTZ adalah untuk berorientasi ekspor sehingga tidak akan menyaingi ataupun mematikan produk lokal.
Sebuah artikel yang diterbitkan Marketing Section, Batam Authority (BEI NEWS 5 th Edition Year II, March-April 2001) misalnya menulis tentang prospek Batam :

” Despite the inevitability of a global free trade environment, Indonesia has to prepare itself for this eventuality in order to remain competritive in Asia Pacific. With the rapid growth and existence of Batam to date, Indonesia has excellent prospects to compete for a piece of the regional and global trade pie. By capitalizing on the strategic location of Batam in one of the world’s busiest trade routes, the Straits of Malacca, as well as adequate infrastructures, facilities and pool of labor, Batam can serve as the export center of Indonesia. Indonesian exporters, too, can benefit from a Free Trade Zone Batam to invest in Batam, as an initial step towards marketing their products globally.”

Pertanyaannya bagi kita, anggota BBI- yang notabene terdiri dari para pengusaha UKM dari Bandung atau Jawa Barat pada umumnya ? Apa yang mesti dilakukan ?

Saya hanya seorang pelaku dan bukanlah pengamat ekonomi. Sebagai pelaku, tidak banyak teori dan data akurat – selain instuisi dan pengalaman saya saja yang mengajarkan bahwa jika ada investasi akan berarti menyerap tenaga kerja. Dengan bertambahnya investasi akan terdapat pertumbuhan ekonomi. Nah, otomatis saja pertumbuhan ekonomi akan memberikan multiplier effect ( efek berganda) kepada sektor lainnya bertumbuh. Pandangan saya akan tumbuh berbagai peluang usaha yang menyangkut pelayanan pada segala kebutuhan konsumen berdaya beli tinggi – yang notabene adalah pekerja antara lain perumahan, makanan, jasa angkutan, dan jasa hiburan serta rekreasi. Belum lagi peluang mengembangkan pasar ke wilayah AFTA ( Asean). Dengan tranportasi Batam ke Singapura dan Johor hanya 45 menit dan biaya Rp 75.000,- saja, bukankah itu pasar besar dengan low cost operations ?

Prospek diatas akan menarik bagi pelaku yang memiliki daya antisipatif dan berjiwa pionir. Kalau hanya jadi pengikut (follower) setelah lihat dulu orang lain, hukumnya bagi pengikut adalah tidak berhak atas maksimum margin. Nah siapa rekan2 pengusaha berbagai sektor mau berkiprah di Batam FTZ ? Ayo bergabung saja di BBI-MarkNet – Sonson Garsoni++++++++++)