SALAH satu persoalan sampah di Kabupaten Bandung saat ini adalah maraknya pembuangan sampah liar. Seiring pertambahan jumlah penduduk, volume sampah yang diproduksi masyarakat pun terus meningkat.
Sebaliknya, lahan TPS dan TPA terus berkurang seiring tumpukan sampah yang menggunung.Pemerintah Kabupaten Bandung melalui Dinas Lingkungan Hidup kini tengah gencar menggagas bank sampah di setiap desa. Rencananya, kartu tanda anggota bank sampah akan dijadikan syarat bagi warga dalam membuat kartu tanda penduduk.
Menurut pengamat dan praktisi persampahan, Sonson Garsoni, langkah itu memang bisa efektif menyadarkan masyarakat untuk memilah sampahnya sejak di rumah. Setidaknya, sampah organik dan anorganik yang sudah terpisah lebih mudah ditangani.
Meskipun demikian, bank sampah tentunya hanya akan menampung sampah anorganik berupa plastik dan karton bekas. “Ini tidak menuntaskan masalah karena sampah anorganik hanya sekitar 30% dari yang diproduksi masyarakat setiap hari,” kata Sonson.
Ia menambahkan, bank sampah pun akan menjadi masalah ketika tidak dikelola secara serius dan profesional. Soalnya bank tak ubahnya gudang rongsokan jika tidak segera dijual. Sementara itu, sampah organik yang mencapai 70% dari total produksi sampah masyarakat, justru seharusnya mendapat perhatian utama. Jika tak dibuang atau diolah, sampah yang sebagian besar merupakan sisa makanan dan pertanian itu akan membusuk dan menimbulkan bau tak sedap.
Kompos
Menurut Sonson, salah satu cara paling sederhana untuk mengolah sampah organik adalah mengubahnya menjadi kompos. persoalan akan timbul jika warga tak tahu harus menggunakan kompos tersebut untuk apa.
Di Surabaya, kata Sonson, pengolahan sampah organik masyarakat cukup efektif. Soalnya kompos yang dihasilkan, langsung dibeli oleh pemerintah.
Namun jika itu tak bisa dilakukan, pemerintah sedianya mendorong masyarakat menggunakan sendiri kompos tersebut untuk kemandirian pangan. “Di sinilah perlunya sinkronisasi dengan pertanian kota (urban farming),” ujarnya.
Menurut Sonson, banyak sekali metode urban farming yang bisa digunakan masyarakat dengan keterbatasan lahan di rumahnya. Bagi yang tak memiliki lahan, pengelola bank sampah lah yang harus berperan menyediakan lahan pertanian bersama.
Sementara komoditas yang dikembangkan, bisa memilih yang mudah dan tak perlu penanganan ekstra. Beberapa yang bisa dipilih adalah tanaman singkong, padi dalam polibag, lidah buaya serta berbagai jenis ikan yang bisa dikembangkan dalam bak buatan berukuran kecil.***