Ternyata bukan Rapat, mereka semua disertai para peserta dari PT CV Sinar Kencana – adalah mengikuti Trip atau wisata Organik Posko Hijau. Ini bukan mau buat adegan iklan rokok “geng hijau” lho ?
Sejenak sebelum berangkat, di Herbal Corner – suatu sudut MarkNet yang ditata menjadi suatu Bar – kami
disuguhi minuman dan makanan camilan AkUOkE dengan aneka pilihan ada kripik singkong, nangka, salak, opak ketan bakar (OKB) dan rengginang kecil-kecil. Setelah penjelasan singkat Trip Organik Posko Hijau dari Ir Sonson Garsoni- yang saat itu ternyata bertindak sebagai fasilitator atau pemandu, kami pun satu persatu naik Bis Pariwisata. Berkapasitas 27 seat, bis ini terasa nyaman karena dilengkapi dengan Air Con (AC), Reclinyng Seat- hingga bisa bersandar dengan nyaman, TV dan VCD serta Mic bagi keperluan diskusi.Sekitar pkl 12.00, usai belajar membuat kompos menggunakan komposter skala Rumah Tangga di Cipadung, setelah perjalanan sekitar setengah jam mengitari Kota Bandung, sampailah bis Trip Organik ke Rumah makan -yang sederhana di kawasan menuju Bojongsoang, sebelum tol ke arah Sumedang Garut. Disini, agak mengagetkan juga, ketika makan siang disuguhi aneka makanan suasana “kampungan” dan konon bahan masakannya- berupa sayuran bebas pupuk kimia dan pestisida. Penampakan luar, kelihatan sayuran nggak semulus di Supermarket. Ada antanan, tespong dengan sambel dadakan; ada belut goreng, impun ( ikan kecil-kecil), pepes ikan mas dan paray, goreng hurang ( udang air tawar kecil biasa hidup di danau atau situ ). Disini para peserta dapat melepas penat setelah duduk dan diskusi di dalam bis, atau bagi Muslim bisa menjalankan ibadah sholat di Mushala yang tersedia serta juga…………….…..bagi perokok – yang selama dalam bis “No Smoking” – bisa berpuas menghabiskan sebatang rokoknya deh……………Setelah makan dengan nikmat- seringkali kita makan hanya enak tapi lain dengan arti nikmat- minuman pun disuguhkan air teh hangat yang enak wanginya. Ternyata, air dan segala masakan itu bukan ditanak dan dimasak diatas kompor minyak atau gas melainkan, menggunakan “hawu” ( tungku, sunda- red) dengan kayu bakar. Jadilah air teh hangat yang harum dan enak tanpa kontaminasi rasa dan bau minyak sedikitpun- melainkan aroma asap kayu bakar dengan wangi khasnya.
Dengan perut kenyang, setelah satu jam perjalanan melewati sawah dan ladang penduduk, sekitar pkl 14.00 sampailah peserta Wisata Organik ke lokasi Instalasi Pengolahan Kompos Kota (IPKK) Posko Hijau di Ciparay. Sebenarnya daerah ini sudah masuk wilayah Kabupaten Bandung, melewati daerah Jelekong tempat dalang terkenal Asep S Sunarya serta Tempat Pembuangan Sampah Akhir (TPA) Jelekong, peserta pun akan merasakan suasana desa yang resik. Peserta diberi penjelasan tatacara pengolahan sampah skala komersial ini. Ibu Tuti, perintis usaha ini menjelaskan bahwa sampah dari sekitar rumah dan pasar diolah hanya 5 hari bisa menjadi kompos- suatu pupuk organik yang amat penting bagi pertanian dalam menghasilkan makanan sehat.Suasana resik pedesaan di sekitar Bandung amat terasa disini. Masih ada angsa berkeliaran, ada kolam ikan serta ternak domba dan ayam- yang satu sama lain saling berkorelasi atau “bersimbiose mutualis” gitu dech. Sampah organik, hasil pemilahan bahan kompos, jadi makanan domba; Sementara lain, kotoran domba menjadi bahan kompos. Demikian juga kotoran ayam, menjadi bagian dari bahan kompos – yang bermanfaat dalam menaikan kandungan unsur hara kompos dan memperbaiki C/N rasio serta temperatur dalam proses pembuatan kompos. Namun, jangan disangka jika tempat ini, kendati dekat kotoran dan sampah, adalah bau dan kotor. Bahkan, lalat pun hampir tidak ada sama sekali dan rumah yang lokasinya hanya 2 m dari IPKK resik-resik aja kok.
Sepanjang jalan yang dilalui, peserta akan melihat langsung tanaman sehat menyehatkan. Pengertian sehat dalam arti bagi manusia, bukanlah sebagaimana dilihat di super market. Bahkan tanaman sehat menyehatkan justru seringkali daunnya berlobang- mungkin bekas ulat- akibat tanaman bebas pestisida. Peserta, lagi, di beri penjelasan Ibu Tuty di kawasan sawah yang menanam benih padi varietas pandansari dan sepenuhnya menggunakan kompos. Padi mulai sebagian menguning dengan biji padi yang bernas, menandakan sekitar 1 ( satu) minggu lagi akan panen. Sawah di sekitar Ciparay ini telah menggunakan kompos dan beberapa petak petani juga menggunakan pupuk majemuk tablet Gramalet- Padi.
Diskusi di tepi sawahpun mengalir, maklum trip kali ini diikti para para “dedengkot” pertanian Jawa Barat. Suatu temuan bagi peserta adalah sawah dengan menggunakan pupuk organik kompos ditaksir dari sawah yang sudah musim ke 3 menggunakan pupuk organik ini akan mampu hasilkan 8 ton GKP ( Gabah Kering Pungut). Lalu jika kemudian dikonversi setelah dijemur menjadi 6 ton Gabah Kering Giling (GKG) dan rendemen terhadap beras adalah 70 % akan dihasilkan tidak kurang dari 4.000 kg beras sehat-menyehatkan. Dapat dihitung berapa pendapatan petani, yang kemudian mengklaim sebagai penghasil beras “Ciparay Wangi” ini, jika harga beras mereka dihargai para pembeli “kalangan atas” hingga Rp 7.000,-/kg. Tidak kurang dari Rp 28 juta rupiah bukan ?
Setelah berpuas diskusi beras organik, saat itu peserta sepakat tidak akan ikuti jadwal yang tersedia yakni minum kelapa muda di depan pesawahan di Jelekong, maka kami pun berangkat menuju Kota Bandung. Dengan mengambil jalan baru, bukan sama dengan berangkat, melalui daerah Sapan, sekitar 1 jam kemudian atau pkl 16.30, sampailah peserta Trip Organik kembali ke tempat Meeting Point semula, Graha Kadin Kota Bandung. Di sini peserta disaji aneka minuman berbahan serba herbal, green tea dan berkhasiat. Disinipun peserta dapat melepas penat setelah duduk tanya jawab di Bis, juga tersedia Mushala di Basement Graha Kadin bagi Muslim serta, peserta lainnya ber “kongkow ria” diiringi semilir angin sore Bandung sambil “cuci mata” mengamati jalan – yang setiap sore memang dilalui banyak “gadis bandung”.
…please where can I buy a unicorn?
Hello. And Bye.