TPA bukan solusi Masalah Sampah


Sampah – khususnya di kota-kota besar di Indonesia- merupakan salah satu permasalahan yang sampai saat ini menjadi tantangan bagi pengelola kota. Pencemaran dari sampah dan limbah perkotaan, paling utama di Indonesia antara lain berupa limbah padat domestik ( berasal dari rumah tangga, sekolah, mall, pasar, dan kawasan komersial serta sosial lainnya). Model pengelolaan sampah diangkut ke TPA juga bukan suatu jaminan kota tersebut akan menjadi semakin bersih, karena kualitas kebersihan suatu kota lebih tergantung pada peran serta masyarakatnya dalam menjaga kebersihan. 

Bahkan penumpukan sampah di TPA, terlebih tanpa pengelolaan secara benar, bisa menimbulkan masalah baru berupa timbulan gas methana ( CH4), H2S serta polutan lindi yang meresap kedalam tair tanah, mencemari sumur penduduk dan sungai-sungai. Tanpa pengelolaan sampah yang baik juga telah menyebabkan banjir di berbagai lokasi. Karena, salah satu faktor penyebab banjir adalah kepedulian masyarakat terhadap pembuangan sampah yang rendah, mengakibatkan pendangkalan sungai dan tersumbatnya drainase.

Dalam masalah pengelolaan sampah, kita masih harus belajar banyak dari negara-negara maju dan berkembang lainnya. Dibeberapa negara, pengelolaan sampah menjadi perhatian serius bagi pemerintah dan unsur masyarakat, sama serius dengan masalah ekonomi. Hal ini dikarenakan, disatu sisi sampah dapat berdaya guna dan memberikan keuntungan secara ekonomi jika didaur ulang dan diubah dalam bentuk yang lebih bermanfaat. Disisi lain, sampah yang tidak didayagunakan dan menumpuk disuatu tempat (TPS dan TPA) dapat menjadi sarang penyakit serta mengeluarkan bau yang tidak sedap, dan dari segi estetikapun akan tampak kurang bagus bagi lingkungan tempat kita hidup.

Tidak ada salahnya jika kita keluar dari berfikir umum  bahwa sampah harus selalu dibuang ke TPA. Bukankah dalam nilai yang hidup dalam masyarakat kita, sesungguhnya membuang material yang masih bisa didaya gunakan tergolong kedalam perbuatan mubadzir? Sampah, yang bagi sebagian pihak adalah masalah, sesugguhnya memiliki kemanfaatan bagi pihak lainnya. Karenanya, ikhtiar  serius mengelola sampah di sumbernya, dengan teknik teknologis yang sesuai bagi perkembangan sosio ekonomi suatu masyarakat, adalah keniscayaan.

Kebanyakan pilihan teknik olah sampah yang diperbincangkan selama ini hampir tanpa mempertimbangkan perbedaan sifat alam dan budaya masyarakat setempat asal teknik-teknologi tersebut dikembangkan, bahkan beberapa pihak menerapkan begitu saja teknologi yang dikembangkan negara lain padahal dengan karakteristik sampah berbeda dibanding Indonesia. Kenyataan menunjukkan, hampir semua teknik pengolahan sampah yang diterapkan tidak diapresiasi dengan baik oleh rakyat maupun pemerintahan karena dianggap tidak menjawab tantangan permasalahan yang muncul atau tidak sesuai dengan kenyataan yang ada di Indonesia. 

Kebijakan yang dilahirkan dari UU No. 18 Tahun 2008 tentang pengelolaan sampah pun, serta kebijakan lainnya yang menyusul undang-undang tersebut, belumlah cukup bila pemerintah dan pemangku kepentingan terkait masalah sampah tidak mengarahkan atau mengajarkan kepada masyarakat bagaimana seharusnya sampah itu di kelola, atau setidaknya pemerintah harus berupaya mensosialisasikan akan perlunya perubahan paradigma tentang ‘ mengelola’ sampah, bahwa sampah itu bukan masalah tapi sebuah anugerah dan berkah dari sang pencipta yang harus diberdayakan.
 

Tanpa kita berani melakukan perombakan model kelola sampah dari keadaan selama ini,  selama itu pula kita hanya akan menyaksikan setiap hari di suatu kota akan terdapat ratusan truk hilir mudik membawa sampah dengan cemaran polutannya melintasi kota. Dan, terbuangnya biaya pembangunan berupa uang bahan bakar, bongkar muat dan investasi kendaraan sampah, bersamaan dengan setiap saat membuang sampah ke TPA. 

Saatnya olah dan kelola sampah di sumber timbulnya, hentikan kesia-siaan dan kemubadziran, lakukan desentralisasi urusan sampah ke level paling bawah pemerintahan dan serahkan sebagian kewenangan pemerintah ( penarikan retribusi, ijin, anggaran biaya ) sehingga munculnya partisipasi masyarakat. Lakukan pengelolaan sampah berbasis komunitas, TPA bukanlah solusi bagi penyelesaian masalah sampah perkotaan.