Pasokan listrik 13,12 MW suatu jumlah yang besar guna menambah suplai Listrik di Selat Panjang yang sekarang masih defisit. Rasio elektrifikasi < 50 % atau baru mendapat pasokan PLN 6 MW, padahal kebutuhan Listrik untuk masyarakat adalah sebesar 24 MW.
Melihat kondisi geografis Kep Meranti dan umumnya kepulauan Indonesia, adalah sangat mahal bila mengandalkan bentangan ( koneksi) listrik PLN. Karenanya dibutuhkan sumber energi baru yang bisa diperbaharui, dan itu terdapat dalam limbah sagu tersebut dijadikan bahan baku PLTBM – Pembangkit Listrik Tenaga Biomassa.
Disamping limbah sagu, Kepulauan Meranti maupun pulau lainnya sesungguhnya sangat kaya dengan ganggang coklat, yang sangat baik dijadikan bahan baku bagi pembangkitan energi maupun produksi pupuk organik. Jadi sesungguhnya, terdapat banyak harapan baru ketika energi dan maupun pupuk makin jauh dari keterjangkauan masyarakat (*)
Yth Bapak Hadzalie, ST
1. shelter BD 3-7000L berkemampuan membangkitkan biogas asal limbah sagu, untuk pertama kalinya 21 m3 ( setara 7 ton) dan hari selanjutnya 4, 2 m3 atau 1, 26 ton/ hari. Dalam kasus limbah cair saja, perkiraan kebutuhan limbah 3 kali dari besaran diatas.
Pengalaman di Meranti, digunakan oleh PT Sararasa Biomass, Jl Pembangunan,misalnya, kelemahan bahan asal sagu ketika air yang digunakan memiliki PH Tinggi ( musim kemarau menggunakan air laut ?), produktivitas gas rendah. Berdasar pengalaman tersebut, lebih baik lagi jika material dicampur dengan biomassa lain dengan tumbuhan yang ada di lokasi ( seperti misalnya ganggang laut, gulma kebun, dll).
2. Harga Rp.179.500.000,- ( loco Bandung Factory) belum termasuk biaya kirim ke lokasi ( perkiraan Rp 17,5 juta), biaya install dan training ( perkiraan Rp. 5.95 juta) serta kontruksi ( kolam pengelolaan pupuk 5 m x 7 m x 2 m dan bangunan peneduh sederhana, perkiraan dapat dihitung bapak dengan kondisi dan harga tempatan). .