Kebutuhan akan unsur hara dalam bentuk pupuk tanaman – bagi peningkatan produktivitas pertanian makin meningkat sejalan dengan pertumbuhan penduduk. Pertumbuhan penduduk tersebut, secara langsung, meningkatkan pula kebutuhan akan bahan pangan dan bahan baku industri serta energi terbarukan ( renewable energy) – yang notabene berbasis pada pertanian dan tanaman. Kondisi tanah Indonesia -yang makin miskin hara akibat over eksploitatif juga memberi kontribusi pada meningkatnya penggunaan dosis pupuk (urea) per satuan luas. Persepsi dan kebiasaan para petani dalam memperlakukan tanaman, pada lahan miskin hara tersebut, adalah dengan menambah dosis pupuk (urea), sampai dicapai penampilan tanaman yang sehat – yang menurut mereka sehat itu dipersepsikan dengan jika tanaman hijau. Dari uraian diatas dapat kita fahami latar belakang akan kondisi makin meningkatnya defisit kebutuhan akan unsur hara pupuk nasional, baik jenis maupun jumlah, dari tahun ke tahun. Dan kini bagi Indonesia, upaya bagi pemenuhannya, sebagian besar mengandalkan dari sumber impor. Kebutuhan pupuk dalam negeri, yang berasal dari impor, diantaranya jenis pupuk Phosphates (P2O5), kalium (K2O), hara makro sekunder ( Magnesium/ kieserite (Mg), Sulfur (S), Calcium ( Ca) dan mikro elemen (Fe,Zn, Mo, B, Bo). Sejauh ini, pupuk yang sepenuhnya merupakan produksi dalam negeri hanyalah unsur Nitrogen dalam bentuk pupuk Urea – Diaminomethanal (NH2)2CO- dan sebagian kecil pupuk SP dari sumber deposit -yang tersebar dalam jumlah kecil ( spot deposit).