Wisata dengan tujuan mengenal pembuatan pupuk organik dan usaha pertanian ini dimulai dengan penjelasan singkat, kemudian sekitar Pkl 10. 45, dari sentra tanaman hias Tegalega, dimulai perjalanan menuju Mini Instalasi Produksi Kompos Kota (IPKK) di Cipadung Cibiru. Sampah yang ditimbulkan keluarga 1 RW, di kawasan Cipadung, sekitar mini IPKK ini berada, diolah menggunakan komposter skala keluarga ( S,M dan L) serta alat komposter Hand Rotary Klin.
Dengan waktu kurang lebih 5 hari, dalam hand rotary kiln, dan 12 hari, dalam komposter skala rumahan, sampah dalam komposter ini pun terdekomposisi menjadi hitam dan menyusut sekitar 50 %. Dengan harga murah, kisaran Rp. 295.000 hingga Rp 595.000,- per unit, alat komposter, mampu memberi pendapatan kepada keluarga pengelola mini Instalasi IPKK sederhana ini. Kepala keluarga, Iman Sutriman, berusaha menyampaikan secara detail informasi serta pengalaman dia, memulai usaha pembuatan pupuk organik kompos. Dimulai dengan perangkat pembuatan pupuk organik sederhana, hingga sekarang, mengelola sekitar 10 Unit komposter L dan 1 Unit Hand Rotary Klin, kapasitas 200 kg per proses serta kini melakukan pula penjualan hasil daur ulang sampah anorganik ( plastik, kertas, logam).
Selanjutnya,
Organik Indonesia: Belajar Membuat kompos dan Usaha Pertanian lewat Wisata Organik
ya, berawal dari kesadaran konsumen, bahwa yang bersifat alami itu baik bagi kesehatan. Permintaaan akan produk organik meningkat. Suplai produk organik dipenuhi oleh para petani organik. Proses transaksi terjadi berdasarkan pada kepercayaan. Konsumen percaya pada petani, bahwa produk yang dijual adalah produk organik.
Indonesia sebagai negara agraris, memiliki potensi sangat besar bagi sistem pertanian organik. Indonesia memiliki 17 juta hektar lahan kosong dan masih luasnya pertanian tradisional yang dikelola tanpa menggunakan bahan sintetis, menjadi salah satu modal penting dalam pengembangan pertanian organik. Produk buah-buahan seperti durian, manggis, salak, duku dan rambutan dengan mudah digolongkan ke dalam buah-buah organik. Demikian juga kopi lokal dan berbagai hasil pekarangan. Sayangnya, potensi yang begitu besar ini belum digarap secara optimal.