Masalah sampah sebenarnya justru berpotensi ekonomi, itu seandainya dikelola dengan baik,. Di kawasan PT Pupuk Kaltim (PKT) misalnya, barangkali bisa dijadikan contoh. Sejak tahun 1990-an, sampah domestik sebanyak 20 m3 yang dihasilkannya telah ditangani dengan sangat baik. Tiap bulan, Tempat Pengolahan Sampah (TPS) yang dimilikinya menghasilkan belasan ton kompos.
Padahal, di sejumlah kota, sampah nyaris selalu saja menjadi sumber masalah. Di samping seringkali menimbulkan bau tak sedap, sumber berbagai penyakit, juga soal keterbatasan lahan TPS, nyaris selalu tak terpisahkan dari masalah sampah.
Sejak itu, sampah domestik, baik dari pabrik, anak perusahaan, perumahan BTN PKT maupun dari Perumuhan PC VI, semuanya diolah menjadi kompos. Sebuah bangunan yang cukup apik, berukuran 25 X 35 meter, sejak itu juga langsung didirikan.
Menurut Marsidik, dengan adanya 17 unit composter, maka waktu pematangan kompos menjadi lebih cepat. Penanganannya juga lebih sederhana, tak memerlukan banyak tenaga dan tidak ribet. Semula, kata Marsidik, masa pematangan kompos setidaknya memerlukan waktu 35 – 40 hari. Itu pun, ujar dia, untuk pematangan komposnya, tumpukan sampahnya harus dibolak-balik secara rutin, untuk mencegah naiknya temperatur sampah. Dengan adanya tambahan alat composter, ujar Marsidik, masa pemanenan kompos hanya memerlukan waktu 5 – 9 hari saja. Itu sudah termasuk pendinginan kompos selama dua hari.
“Dengan tambahan alat composter, rata-rata dalam waktu seminggu, kompos sudah jadi dan matang,” ujar Marsidik. Menurutnya, memang ada sesuatu yang unik di PKT. Sebagai salah satu penghasil urea terbesar di Indonesia, yaitu memproduksi urea sekitar 2,98 juta ton per tahun, untuk memelihara dan menghijaukan tanaman di lingkungannya, selama ini PKT ternyata sama sekali tidak pernah menggunakan pupuk urea.
Di tempat yang sama, Poltak H. Sitinjak menjelaskan cara kerja composter. Alat berbentuk silinder dan tiap hari secara hidrolik harus diputar selama 15 menit, itu berkapasitas satu ton sampah organik. Nantinya, kalau sudah menjadi kompos, menurut Poltak lagi, setidaknya bisa menghasilkan 400 kg kompos. Sebelum composter diisi sampah dan ditutup rapat, tambah Poltak, lebih dulu harus dipercik air sebanyak 20 liter yang telah dicampur delapan sendok makan activator, sehingga proses pembuatan kompos menjadi lebih cepat.
“Dengan adanya composter ini, di samping pembuatan kompos menjadi lebih cepat dan simpel, juga bisa menghemat tempat,” ujar Poltak H. Sitinjak. Menurutnya, tumpukan-tumpukan sampah organik yang telah dipotong-potong oleh alat pencacah, langsung dimasukkan ke composter. Dengan adanya alat pencacah, praktis, ranting-ranting kayu, rumput dan daun-daun yang lebar, serta kertas bekas dan lainnya, ukurannya menjadi kecil-kecil seperti serbuk.
http://www.pupukkaltim.com/ina/news/index.php?act=news_detail&p_id=1182