Pelaihari ibukota Tanah Laut dikenal lama sebagai daerah pengembangan transmigrasi, terletak sekitar 65 km dari Banjarmasin. Tanah Laut bukan saja memiliki lahan pertanian yang terhampar mulai pegunungan Meratus, tapi juga pantai dan bahkan pulau, Sebuku dan Pulau Laut. Memang Propinsi Kalimantan Selatan merupakan daerah transmigran terbanyak, dan daerah tertua dalam penempatan transmigran. Di Kalimantan Selatan transmigran mulai ada sejak tahun 1905. Daerah yang sangat terkenal sebagai wilayah transmigran selain Pelaihari adalah desa Tamban dan Desa Tambarangan Kabupatan Tapin.
Berkembangnya pertanian dan peternakan di wilayah Pelaihari Tala ini, dilain pihak pupuk seringkali mahal dan sulit didapat, telah menginspirasi seorang anak transmigran asal Jawa Tengah, Sudardi, mengusahakan produksi pupuk organik kompos bagi pemenuhan kebutuhan petani akan pupuk di wilayahnya.
Tingginya harga pupuk kimia non subsidi dan sering menghilangnya pupuk bersubsidi di beberapa tempat, membuat petani di Kabupaten Tanah Laut (Tala), kini banyak yang beralih menggunakan pupuk jenis organik. Di samping menggunakan pupuk organik, ternyata petani di Tala, juga kini banyak menggunakan kompos dari kotoran ayam dan sapi yang banyak tersedia di daerah itu sebagai pupuk. Namun kedua jenis bahan pupuk ini, jika tanpa penguraian (dekomposisi) telah memberi banyak kasus tercemarnya tanaman oleh mikroba pathogenik yang masih seringkali terdpt dlm kotoran hewan. Untuk mempercepat dan memodernkan penguraian bahan organik serta mengatasi mikroba pathogen itulah Sudardi mendatangkan alat mesin Rotary Kiln, mesin pencacah MPO kapasitas 500 kg/jam, mikroba aktivator Green Phoskko 1 (GP-1) dan bahan penggemburan (http://www.kencanaonline.c om/). Dengan instalasi itu, kini sekurangnya memiliki kapasitas olah mengurai biomassa ( semua material organik limbah pertanian, limbah peternakan, sampah domestik, feces, gulma air, dll ) sebanyak 1 ton/ hari secara kontinyu terus menerus.
Berkembangnya pertanian dan peternakan di wilayah Pelaihari Tala ini, dilain pihak pupuk seringkali mahal dan sulit didapat, telah menginspirasi seorang anak transmigran asal Jawa Tengah, Sudardi, mengusahakan produksi pupuk organik kompos bagi pemenuhan kebutuhan petani akan pupuk di wilayahnya.
Tingginya harga pupuk kimia non subsidi dan sering menghilangnya pupuk bersubsidi di beberapa tempat, membuat petani di Kabupaten Tanah Laut (Tala), kini banyak yang beralih menggunakan pupuk jenis organik. Di samping menggunakan pupuk organik, ternyata petani di Tala, juga kini banyak menggunakan kompos dari kotoran ayam dan sapi yang banyak tersedia di daerah itu sebagai pupuk. Namun kedua jenis bahan pupuk ini, jika tanpa penguraian (dekomposisi) telah memberi banyak kasus tercemarnya tanaman oleh mikroba pathogenik yang masih seringkali terdpt dlm kotoran hewan. Untuk mempercepat dan memodernkan penguraian bahan organik serta mengatasi mikroba pathogen itulah Sudardi mendatangkan alat mesin Rotary Kiln, mesin pencacah MPO kapasitas 500 kg/jam, mikroba aktivator Green Phoskko 1 (GP-1) dan bahan penggemburan (http://www.kencanaonline.c
Seolah ingin mematahkan dominasi Pulau Jawa sebagai penghasil kompos dan pupuk organik, Sudardi , sang anak transmigran ini dengan jeli dan penuh semangat memulai produksi pupuk organik. Dengan memanfaatkan kemelimpahan bahan baku pembuatan pupuk organik seperti dedak padi, serbuk gergaji (sawdust), kotoran sapi, kotoran ayam, dan bahan baku gulma vegetasi air ( eceng gondok, kiambang, dll) yang memang banyak terdapat di Pelaihari dan Kalimantan Selatan pada umumnya, kini terdapat harapan adanya pasokan pupuk bagi wilayah transmigrasi Pelaihari memenuhi kebutuhan pupuk bagi pertaniannya secara mandiri*)
Salam sukses, buat Indonesia tersenyum dan bangga