Setelah PT Perusahaan Gas Negara PGN ( Persero) sukses membina masyarakat Bandung, Pemkota Cimahi mendidik warganya dan BKKBN membuat pemodelan pengolahan oleh keluarga di berbagai Provinsi kemudian juga Astra Auto 2000 Sungkono Surabaya mengolah sampah di outlet layanan service-nya dengan komposter Biophoskko, kini Dinas Lingkungan Majalengka, CHF di Aceh atas biaya UNDP, Bapedalda Donggala Sulteng, Dinas Lingkungan Kota Bekasi, Pertamina EP Bunyu di Tarakan, PT Billpass Asri Kersana, PT Mastolindo Surabaya dan perusahaan di Kutai Barat serta banyak lainnya berlomba membina masyarakat dalam mengolah sampah menjadi kompos. Bahkan secara khusus, PT Billpass mengelolanya menjadi suatu proyek Perbaikan Kampung Terpadu (PKT) bagi ratusan rumah tangga di wilayah Pucuk Beringin Kelurahan Sunter Jakarta Utara.
Hal yang menggembirakan bukan saja kesediaan melakukan Corporate Social Responsibility (CSR) dengan membelanjakan uang bagi pembelian komposter dan bahan habis pakai ( aktivator dan mineral penggembur kompos) dalam pembuatan kompos, namun adalah ketekunan dan komitmennya pada perbaikan lingkungan dengan mengajak masyarakat bukan hal mudah. Namun dengan ketekunan dan kesabaran, serta atas dukungan kit eduksi dan promosi dari penyedia aneka barang keperluan pengolahan sampah yakni PT. Cipta Visi Sinar Kencana (CVSK) Bandung, partisipasi masyarakat dapat ditumbuhkan dalam mengelola sampahnya menjadi kompos.
Sedikit apapun peranannya, upaya banyak pihak pelanggan Kencana Articles diatas dalam membiasakan masyarakat mengelola sampah menjadikannya kompos sangat berarti bagi upaya penanggulangan kemiskinan dan sekaligus perbaikan lingkungan dalam menghadapi banjir. Diketahui kalau kompos mampu meningkatkan kegemburan lahan, mengikat tanah berderai dan meningkatkan pori tanah sehingga berkemampuan menangkap dan memerangkap tanah akan air hujan. Dengan demikian, jika setiap rumah mengelola sampah menjadi kompos dan kemudian membuat tanah pekarangannya menjadi pemerangkap air ( catchment area) seluas 50 m2 per rumah tangga maka dapat dihitung jika 1000 rumah akan berarti 5 ha ( 50.000 m2) menjadi penangkap air dikala banjir. Tentu saja luasan tanah gembur penangkap banjir akan berperanan dalam mengurangi aliran deras air yang membuat bencana. Nah kalau disadari demikian, siapa lagi yang mau partisipasi dalam meluaskan area tanah pemerangkap air dikala hujan dengan membuat kompos di wilayah pemukiman masing- masing ? Mungkinkah semua developer dan pengembang properti – yang notabene sebagai pihak yang berperan dalam melapisi tanah oleh beton dan jalan dapat menyumbangkan peranan membangun kawasan-kawasan catchment area ini dalam bentuk Perbaikan Kampung Terpadu di sekitar perumahan dan properti yang dibangunnya ?? semoga ……………..Tim Posko Hijau+++)