Daftar Agen Pemasaran KencanaOnline.Com |
Tidak mengherankan bila pasar PKM menjadi semakin terbatas dan proyeksi pertumbuhannya semakin kerdil. Lebih jauh lagi, perbankan kemudian mengategorikan beberapa produk kecil dan mikro ini sebagai sunset industry dan menempatkannya pada urutan terakhir prioritas penerima kredit. Memang pemerintah memberikan perhatian serius pada permasalahan ini. Namun karena begitu banyaknya jumlah PKM membuat upaya pemerintah seperti kurang berarti, diperlukan partisipasi swasta. Salah satunya berhasil dilakukan oleh Sonson Garsoni yang bisa meraup sukses dengan menggaet 47 mitra PKM-nya. Melalui jaringan pemasaran dengan memanfaatkan internet dan manajemen modern, Sonson bisa mengubah potret buram usaha kecil dan mikro.
Hanya dalam waktu relatif singkat jaringan usahanya sudah bisa meraup omzet miliaran rupiah, dengan nasabah yang tidak lagi dibatasi oleh negara. Ini membuktikan bahwa sebenarnya produk UKM bisa mencapai tingkat keekonomian yang tinggi, bila dikelola dengan profesional.
Situs www.kencanaonline.com yang dibangun Sonson sebagai kendaraan bisnisnya kini dikunjungi oleh lebih dari 115.000 pengunjung dan sudah berkibar di berbagai daftar situs perdagangan bergengsi di dunia.
Tidak banyak promosi yang dilakukan, bahkan bila melihat “kantor pusat” yang terletak di Jln. Pungkur Bandung tidak mencerminkan sebuah usaha yang memiliki omzet miliaran rupiah. Kantor dua lantai tersebut lebih mirip sebuah warung internet yang dilengkapi dengan jajaran produk usaha kecil menengah (UKM) yang dipajangkan dengan rapi dalam lemari kaca.
“Brand awareness (kesadaran akan merek-red) kita lebih banyak tercipta dari mulut ke mulut. Alhamdulillah standar produk kita tetap terjaga sehingga situs ini mendapat verifikasi yang sangat bagus dari berbagai lembaga pemeringkat di luar negeri,” ujar Sonson.
Kencanaonline.com merupakan situs yang sangat unik dan mungkin untuk pertama kalinya berbagai jenis keripik dan makanan tradisional lainnya dijual melalui internet.
Bisnis utamanya sebenarnya hanya sederhana, labeling dengan bar code dan pengemasan, sementara content masih mengandalkan outsourcing dari 47 mitra UKM-nya.
Produknya beragam dari mulai camilan khusus berlabel Aku Oke! yang menawarkan keripik nangka, keripik pisang, keripik tempe, hingga opak ketan bakar. Selain itu, ada pula produk kesehatan berasal dari tumbuhan (herbal), seperti temulawak, kencur, kunyit, dan mengkudu. Kerajinan tangan yang diberi label Kencana Handicraft, hingga ke berbagai jenis pupuk seperti pupuk majemuk lengkap Gramafert, pupuk formula fleksibel Gramaflex, dan pupuk spesifik tanaman Gramafix. Secara keseluruhan jumlah produk yang ditawarkan di kencanaonline sebanyak 115 item.
Khusus menghadapi Lebaran ini, pihaknya menyiapkan parsel dengan isi unik yang terdiri dari camilan tradisional, produk herbal, dan kerajinan tangan.
Untuk itu, dirinya bertekad untuk memenuhi seluruh standar yang disyaratkan oleh Departemen Kesehatan. Dia sudah memiliki nomor Standar Nasional Indonesia (SNI) baik untuk kemasan maupun produknya.
“Kepada 47 mitra usaha saya tekankan tentang perlunya mempertahankan standar produk, bahkan saya memberi insentif tambahan bagi PKM yang mampu melampaui standar,” katanya.
Selain pengemasan yang mendapat perhatian serius, Sonson juga sangat memperhatikan akuntabilitas, karena agen-agen penjualannya tersebar di hampir seluruh provinsi. Untuk itu, dia tidak segan-segan membeli aplikasi keuangan yang selama ini digunakan perusahaan-perusahaan besar.
Begitu juga dengan manajemen pasokan, dia mengoptimalkan penggunaan barcode yang terintegrasi dengan seluruh agennya di Indonesia. “Sehingga setiap kali ada barang yang terjual di mana pun, kita akan langsung mengetahuinya melalui data base. Ini memudahkan dalam mengetahui produk mana yang cepat terjual dan segera dikirim untuk mengisi pasokan,” katanya. Melalui barcode ini juga pemesan bisa melakukan pelacakan sampai di mana barang pesanannya berada.
Bukan hanya itu, Sonson juga memanfaatkan sirkuit televisi terbatas (CCTV) yang digunakan untuk memonitor kegiatan di agen-agen, gudang, dan mitra usahanya. Dalam situsnya, CCTV ini bisa diakses untuk menampilkan tempat produksi yang diinginkan pelanggan.
Hanya dalam waktu singkat sejak situs www.kencanaonline.com diluncurkan pada Juli 2004, jumlah transaksi yang dilakukan melalui situs ini sudah mencapai 50% dari total transaksi.
Obsesinya terhadap teknologi yang sangat tinggi terus mendorongnya untuk memanfaatkan berbagai teknologi mutakhir untuk mengembangkan usahanya. Kamera CCTV yang selama ini hanya digunakan untuk memotret berbagai kegiatan produksi, nantinya akan dikembangkan sehingga memungkinkan untuk melakukan teleconference. “Ini akan sangat menekan biaya perjalanan dinas yang dilakukan saya atau karyawan lain hanya untuk memenuhi undangan pertemuan,” kata pria berkumis tipis ini.
Namun, jaringan telefon sekarang ini belum memungkinkan dilakukan teleconference dengan efektif karena kekuatan transmisi data yang masih rendah. “Saya menunggu teknologi 3G, mudah-mudahan teleconference bisa dilakukan dengan lancar tanpa ada gangguan,” katanya.
Masih berkaitan dengan teknologi, Sonson juga sedang mengembangkan sebuah business solution yang disebut Marknet. Di dalamnya terdiri dari pelayanan internet, hingga penyewaan laptop dan in focus. “Untuk internet kita mengembangkan hot spot sendiri dengan menggunakan jaringan wireless fidelity (WiFi) dari centrin,” katanya.
Ke depan, Sonson berkeinginan menggaet warung internet (warnet) di Indonesia sebagai mitra usahanya dalam pemasaran. “Usaha kita berbasis internet, sehingga kita mencoba mencari mitra warnet untuk bisa menempatkan stan penjualan kami di sana,” katanya.
Sebuah usaha yang sarat dengan teknologi memang. Untuk sebuah produk UKM, aplikasi teknologi seperti ini memang sangat ideal untuk menunjang pemasaran. Namun sayangnya, belum banyak pengusaha yang ingin menggandeng UKM dalam pemasaran berteknologi tinggi seperti yang dilakukan Sonson.
PERJALANAN hidup Sonson Garsoni sangat diwarnai oleh kegelisahannya terhadap kelangsungan usaha mikro yang semakin tergilas oleh roda kapitalisme.
Geliat perlawanan terhadap kenyataan ini sudah dilakukannya sejak masih duduk di bangku kuliah di Institut Pertanian Bogor (IPB). “Saya melihat pasar-pasar modern sudah semakin besarnya sehingga mendesak kelangsungan usaha dari usaha mikro, bahkan mereka (pasar modern) sudah mengambil alih produk-produk yang selama ini menjadi andalan usaha mikro,” ujar ayah tiga anak yang masuk IPB melalui jalur Perintis I ini.
Bersama para seniornya seperti Soleh Solahudin (mantan Menteri Pertanian), Hidayat Syarif (Staf Ahli Bappenas), dan M. Lutfi (mantan Kepala Badan Pertanahan Nasional), Sonson mendirikan sebuah yayasan yang salah satunya bertujuan menyelamatkan kelangsungan usaha mikro.
Yayasan bernama Agro Saintiani ini tumbuh bersama dengan berbagai LSM yang saat itu banyak dimotori oleh Adi Sasono dan Dawam Rahardjo. Sonson sendiri sempat menjadi Ketua Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) Bogor pada 1982-1983.
“Untuk memberikan kebebasan dalam melakukan kajian-kajian pembangunan dan politik, akhirnya kita menyiasatinya dengan mendirikan sebuah perusahaan berbadan hukum,” katanya.
Pengumpulan dana dilakukan dengan menjadi konsultan pertanian, menjual bibit benih dan lain-lain. Namun, hal ini tidak bertahan lama, pada tahun 1990-an perusahaan yang murni bersifat sosial ini bangkrut.
Sonson harus memulai usahanya dari nol lagi. Beruntung saat itu dia mendapat projek pengadaan 10 juta bibit teh yang merupakan bagian dari program pengembangan perkebunan teh rakyat bekerja sama dengan Bank Pembangunan Asia (ADB). “Berawal dari projek itu dan bantuan dari Bank Jabar, saya mengalihkan usaha ke Bandung,” kenangnya.
Jiwa kewirausahaan pria kelahiran Ciamis ini kembali tertantang. Berbekal pengalaman berjualan kaus oblong dan menjadi penyelenggara bursa-bursa buku kampus, Sonson mulai mengibarkan benderanya di Bandung.
Putra tertua dari enam bersaudara ini kemudian memfokuskan dirinya pada pengembangan usaha pupuk. “Saya melihat kesempatan yang besar karena dengan keterbatasan yang ada, produksi pupuk diperkirakan tidak akan memenuhi permintaan yang semakin besar,” katanya.
Atas dasar itu, Sonson bersama beberapa temannya mengembangkan pupuk tablet. Ini merupakan sebuah inovasi baru yang kemudian dijadikan program nasional pada masa pemerintahan Soeharto.
Pada tahun 1995-2000 produksi pupuk tablet mencapai puncaknya. Dalam kurun waktu itu, setidaknya ada 60 perusahaan yang berusaha merebut pasar pupuk tablet di Indonesia. Tidak mengherankan, karena dengan menggunakan pupuk tablet, petani bisa menghemat 60% pemakaian pupuk. Begitu juga dari sisi biaya, sedikit lebih murah dibanding dengan pupuk konvensional.
Pada tahun 2001, mantan Ketua Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Jabar ini melebarkan sayapnya pada usaha makanan dengan mendirikan kafe tenda di kawasan Braga. Di bawah bendera CV Braga Niaga usaha ini menjadi pelopor kafe tenda dengan membawa tema Braga Tempo Dulu. “Saya memasuki usaha baru ini dengan harapan bisa merangkul mitra-mitra UKM yang terhantam krisis moneter,” katanya.
Dalam perkembangannya usaha ini kemudian menjadi sebuah principal company atas 47 usaha mikro yang tersebar di Subang, Sumedang, Purwakarta, Cianjur, Sukabumi, Ciamis, Bandung, dan Tasikmalaya.
Sebagai Ketua Asosiasi Kelompok Usaha (AKU) Jabar, Sonson ingin merangkul sebanyak mungkin PKM dalam lingkaran usahanya. “Potensi yang sangat besar, karena AKU beranggotakan 53.000 kelompok usaha dengan masing-masing kelompok beranggotakan rata-rata 10 orang,” katanya.
Upaya ini bukan hal yang mudah, karena membina PKM hingga bisa mempertahankan standar mutu yang bagus memerlukan waktu. Namun, dirinya menargetkan setiap tahun akan ada penambahan mitra usahanya.
Sebagai sebuah principal, perusahaan ini hanya menangani standar mutu, pembuatan kemasan, dan barcode. “Kita sama sekali tidak berniat untuk menyentuh sisi produksi produk, karena mereka (usaha mikro) lebih berpengalaman. Lagian kita sempat mencoba namun akhirnya bangkrut juga,” paparnya.
Dengan menjaga keseimbangan seperti ini, Sonson berharap kelangsungan usaha PKM bisa terus terjaga dengan pemasaran yang lebih terjamin. Berbeda dengan konglomerasi yang berusaha menguasai seluruh produksi dari hulu hingga hilir yang tentunya menyebabkan PKM semakin tersingkir.
Cita-citanya adalah mendaftarkan usahanya di Bursa Efek Jakarta (BEJ) alias menjadi perusahaan terbuka. “Saya siap melepas kepemilikan saham saya saat go public nanti. Pokoknya kita ingin perusahaan ini maju dengan tambahan dana dari pasar modal,” katanya. (Dadang Hermawan/”PR”)***