Sampah di beberapa kota telah menimbulkan masalah karena volumenya makin meningkat namun, dilain pihak, pengadaan Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Sampah dekat sumber sampah timbul, makin sulit. Sampah di kota, didominasi oleh jenis sampah domestik ( solid waste) dan dihasilkan oleh unit terkecil penghasil sampah yakni pemukiman. Tentu saja, mendapatkan tempat pembuangan sampah (TPA) dekat kota dan pemukiman, dimana sampah berada dan berasal, makin sulit dan mahal, karena memang pada dasarnya masyarakat tidak suka dekat dengan sampahnya orang lain. Makin jauh sampah diangkut, dari suatu kawasan ke lain tempat, makin banyak “musuh” nya, yang kemudian kemudian menimbulkan penolakan ( resistensi) atas keberadaan sampah “orang lain” tersebut. Disinilah letak masalahnya, mengapa kita perlu berfikir dan perlu paradigma baru bahwa, pengelolaan sampah hendaknya dilakukan secara terdesentralisasi, pengolahan berada di mana sumber sampah berasal yakni pemukiman dan area publik.
Masalahnya para ekonom dan pebisnis seringkali hanya bersandar pada hukum skala ekonomi, bagi pencapaian kelayakan ekonomi dalam menilai suatu kelayakan ( feasibilitas) suatu proyek. Konon, makin besar skalanya, makin efisien adalah kiatnya. Namun, benarkah selalu demikian ? Bukankah ada hukum ekonomi lain yang mengoreksi dan memberi pertimbangan lain atas pendapat diatas dengan ” The Law Of Deminishing Return”, yakni, ada batas dimana suatu skala menjadikan efisien dan memperbesarnya, bahkan, makin menjadikannya besar justru makin tidak layak. Dan, ditambah dengan pertimbangan kelayakan lingkungan ( ekologi), membuat pertimbangan skala ekonomi suatu proyek pengelolaan sampah juga dapat dicapai dengan hanya bermodalkan skala UKMK dibawah Rp 100 juta. Bandingkan dengan investasi TPST Bojong di Bogor serta “Waste to Energy” yang akan memakan investasi hingga ratusan milyar rupiah. Memahamkan itu, dengan ini dikenalkan Instalasi Pengolahan Kompos Kota IPKK)- yakni suatu skala bisnis mikro atau usaha kecil – yang sudah terbukti di Bandung memberikan kelayakan ekonomi disamping memenuhi pertimbangan sosial- yakni memberikan lapangan usaha dan lapangan kerja- juga layak secara ekologi dan lingkungan.
Resisitensi akan keberadaan proyek Olah Sampah yakni mengumpulkan menjadi satu pada wilayah terkonsentrasi, sebagaimana di TPST Bojong di Bogor, Bekasi dan banyak kasus penolakan masyarakat sekitar akan keberadaan TPA Sampah daerah lain menjadi masalah. Namun, di dunia ini suatu ” masalah” bisa jadi ” peluang”, atau “wei” dan “ji” kata pepatah Cina. Usaha Jasa Kebersihan ( Cleaning Service) suatu gedung atau kantor kini tengah dikembangkan di Bandung menjadi Usaha Jasa Kebersihan satu RW, beberapa RT atau satu komplek perumahan ( Real Estate). Jika terhadap sampahnya sendiri yang diolah, secara relatif resistensi (penolakan) masyarakat pelanggan jasa kebersihan IPKK terhadap unit usaha ini akan lebih rendah dibanding terhadap sampah suatu kota di suatu lokasi TPA Sampah. ” Wong sampahnya dewe, masa kok ditolak? “
Dengan memanfaatkan motor roda tiga – yang khusus dirancang bagi angkutan sampah- menggantikan roda dorong oleh manusia- akan dengan cepat mengumpulkan sampah dari rumah ke rumah suatu RW atau komplek perumahan sampai 300-500 rumah per hari. Bahkan kedepan, rumah-rumah akan disediakan Tempat Sampah Terpilah ( Trash Devider) – yakni 2 bagian tempat sampah bagi jenis organik ( degradable) dan an-organik ( Un-degradable).
Jumlah sampah dari setiap rumah diketahui rata-rata 2,6 liter/ hari/ jiwa atau, setara dengan 5-6,5 m3/hari/500 rumah tangga 5 jiwa. Jumlah sampah diatas akan mengandung 50 % sampai 80 % sampah organik ( 2,5 sd 3 m3) atau setara dengan kapasitas olah 1 ton / hari.
Jika alat mesin per 500 rumah setara dengan keperluan 1 ( satu) unit Bio Reaktor, atau komposter kapasitas 2-3 m3 setara berat 1 ton maka, diperlukan 5 – 7 unit komposter Rotary Klin BioPhoskko – agar dengan itu tiap hari dapat mengolah sampah organik secara berkesinambungan. Jika harga Type manual Rotary Klin RKM 1000L adalah Rp 15.000.000,-/unit x 5 unit = Rp 75 juta ( berikut instalasinya secara lengkap sampai On the Road) dan, dengan ditambah Motor Roda 3 Rp 13.750.000,-/unit, maka total Investasi hanyalah adalah = Rp. 88.750.000,-( delapan puluh delapan juta tujuh ratus lima puluh ribu rupiah). Kalau mau sempurnanya, tambahkan mesin pencacah dan pengayak, total sekitar Rp 110 juta sudah siap menjalankan pembuatan kompos dan mengelola sampah anorganik suatu kawasan.
Sampah yang dikumpulkan bukan untuk disimpan di Tempat Pembuangan Sementara (TPS) Sampah sebelum berakhir di TPA-, sebagaimana berlangsung selama ini. Material sampah yang terkumpul, dengan memanfaatkan Paket Teknologi Biophosko Klin Rotary – sebagai media penyimpan dalam proses dekomposisi sampah secara aerob, hingga sampah dapat di reduksi tinggal 50 % ( tergantung jenis komposisi sampah organik dan an-organik). Kapasitas Rotary Klin BioPhosko ini 2 sampai 3 m3 atau setara berat 1 ton mampu mendekomposisi sampah hanya dalam 5 hari saja. Jadi, bagi kepentingan mengelola sampah 5 m3/ hari diperlukan 5 – 7 unit Bio Reaktor Rotary Klin tadi.
Tentu saja dari jasa kebersihan tersebut akan didapatkan setidaknya :
1. Retribusi iuran persampahan dari warga @ Rp 30.000 sd Rp 50.000,-/ rumah/bulan atau sekitar Rp 15.000.000,- sampai Rp. 25.000.000,- /bulan/ 500 rumah,
2. Amilioran- yakni sejenis kompos hasil pengayakan material halus dari material bongkahan- hasil dekomposisi sebanyak 40 hingga 50 % dari 1 ton setara 400 kg kompos senilai Rp 400.000,-
3. Pupuk Organik Cair sebanyak 10 liter atau 20 botol @ 500 ml- yang berharga sampai Rp 40.000/ botol – yakni cairan lindileachete) yang tertampung dalam Bio Reaktor secara aerobik atau setara dengan Rp 800.000,- (
4. Material an-organik bahan daur ulang seperti plastik, logam, potongan kayu yang dapat dijual pula,
Jadi setidaknya, didapatkan pendapatan Rp 30.000.000/ bulan dari penjualan kompos, pupuk cair dan ditambah Rp 30.000.000,- + Rp. 30.000.000,- (minimal) = Rp 60.000.000,-. Tanpa pakai analisa Finansial canggih juga sudah bisa disimpulkan kalau Modal Rp. 88.750.000 dengan masa penggunaan alat minimal 3 tahun, maka usaha ini jelas menguntungkan.