Pupuk Tunggal Vs Pupuk Majemuk dalam Pemupukan Kebun Sawit

Peluang peningkatan produksi CPO (Crude Palm Oil) dari hasil olah tandan buah ( TBS) kelapa sawit melalui perluasan kebun, peningkatan produktivitas/ Ha dan peningkatan kapasitas industri pengolahan kelapa sawit (PKS) masih prospektif untuk memenuhi pasar dalam dan luar negeri. Upaya meningkatkan produktivitas dan daya saing agribisnis perkebunan kelapa sawit (Elaeis) diantaranya harus diupayakan melalui penggunaan pupuk  secara benar, baik jenis maupun jumlah kandungan masing-masing haranya. Diketahui, rata-rata produktivitas kelapa sawit di  Indonesia, secara relatif, masih rendah jika dibanding, misalnya, perkebunan sawit di Malaysia. Rendahnya produktivitas kebun kelapa sawit, terutama kebun yang dimiliki petani, atau perkebunan rakyat, salah satunya disebabkan oleh kualitas dan jumlah input produksi ( pupuk) belum sesuai dengan sifat dan kemampuan genetik tanaman kelapa sawit (Elaeis) yang sesungguhnya masih bisa ditingkatkan produktivitasnya .    

  Kunjungan ke petani sawit di Taluk Kuantan Riau membuktikan dugaan tersebut diatas, selama ini, baik alasan daya beli terhadap pupuk yang makin mahal maupun rendahnya pengetahuan petani, disinyalir banyak beredar dan diaplikasi pupuk dibawah standar mutu. Akibatnya, kerugian pekebun (kelapa sawit) ditunjukkan oleh mengecil dan kurusnya bagian atas pohon, menunjukkan kurangnya dosis maupun jenis hara dalam masa pertumbuhan 2 tahun terakhir.  Difahami, kondisi demikian bersamaan dengan saat harga pupuk naik dibanding  dengan kenaikan harga tandan buah (TBS), dan petani terpaksa menggunakan pupuk dibawah mutu tersebut. Padahal, pupuk memegang peranan penting bagi suksesnya target produksi maupun pencapaian mutu hasil tanaman yang diusahakan. Bagi petani, pekebun dan perkebunan, pupuk adalah bahan pokok,  biaya pemupukan dan belanja pupuk bisa mencapai 30 % dari total biaya operasional kegiatan usaha tani. Apalagi, bahkan, bagi perkebunan sawit, biaya pupuk dan pemupukan mencapai 60 % dari total biaya operasional kebun. Kesalahan ketika pengadaan pupuk, khususnya ketidaksesuaian jenis dan jumlah kandungan masing-masing unsur hara antara rencana seharusnya dengan pelaksanaan, bisa berakibat kerugian secara material, khususnya penyimpangan target produksi dan mutu dari kemampuan genetis tanaman. Padahal, tanaman yang telah dipupuk dengan jenis atau jumlah kandungan hara salah atau lebih rendah dari seharusnya, telah dibudidayakan lama dengan biaya pemeliharaan yang mahal.
 
Keadaan kebun rusak dan kurangnya masukan input masih bisa ditolong dengan mendiagnosa gejala, melakukan uji analisa jaringan dan kesuburan tanah. Namun secara umum, dari pengalaman, kerusakan kebun, misalnya di Riau, adalah rendahnya PH (tanah asam). Perbaikan bisa dilakukan dengan pemberian pupuk organik dibenamkan di pasar mati, terutama  material yang mampu menyimpan air seperti halnya kompos.  atau pemberian dolomit. Tanah masam terutama gambut, dengan porositas tinggi, selayaknya diaplikasi bentuk pupuk yang  sesaat diberikan masih bisa tersimpan aman pada kedalaman tertentu dari permukaan tanah. Pemberian bentuk pupuk tablet, memiliki jenis hara lengkap yakni unsur NPK, MgO (Kieserite), S Calcium, dan B, Borat serta unsur mikro lainnya ( Mo, Si, Fe, Zn, Cl), akan mengurangi resiko dari pencucian oleh aliran air maupun penguapan. Pupuk majemuk tablet, berbeda dengan pupuk tunggal.  Pupuk majemuk tablet bisa mengatasi masalah keserempakan dalam pengadaan aneka unsur hara, berbeda dengan ketika petani melakukan pemupukan dengan berbagai jenis pupuk tunggal, di pasaran seringkali tidak tersedia sekaligus.  Jenis pupuk majemuk bentuk tablet, dengan dosis lebih rendah dibanding campuran aneka pupuk tunggal, juga memberi penghematan biaya mobilisasi pengangkutan ke kebun, yang umumnya jauh dari jalan besar.  Pilihan jenis pupuk majemuk bentuk tablet, dianggap sebagai jalan keluar atau solusi atas keadaan kebun di lokasi dengan akses jalan pengangkutan buruk dan kondisi tanah kebun masam serta berporositas tinggi. 


Pilihan jenis pupuk kepada kandungan lebih dari satu unsur (majemuk) berbeda dengan cara menilai pupuk tunggal. Menghindari resiko kerugian dari lebih rendahnya kandungan hara  dibanding label dalam pengadaan pupuk majemuk, salah satunya, bisa ditempuh dengan transaksi  pupuk atas dasar komposisi jenis dan kandungan (formula). Pupuk majemuk diperjanjikan pada formula tertentu,  atau sesuai label kemasan, dan ketika jumlah unsur hara yang diperjanjikan tidak terpenuhi, atau lebih rendah secara nyata, petani pekebun dapat meminta selisih harga atas lebih rendahnya hara terkandung. Sebagai misal, jika dalam perjanjian ditransaksikan kandungan NPK= 14-8-21, atau NPK total = 43,  namun dalam pengiriman terdapat selisih masing-masing 3 point, x 3 unsur = 9, poin, pengurangan harga atas selisih adalah  9/43 x harga. Tentu saja guna mendukung transaksi pengadaan pupuk majemuk ini, petani pekebun atau perusahaan harus memiliki alat uji sendiri ( misalnya NPK Digital Tester) atau menggunakan pihak ketiga, yakni laboratorium independen. Dengan cara ini, petani pekebun akan terhindar dari aplikasi pupuk dibawah mutu, guna menyelamatkan nilai tanaman dan kebun yang telah dirawat dengan sangat lama dan mahal. Kerugian petani atas beredarnya pupuk dibawah mutu pun dapat dihindari, dan persoalan pupuk pun tidak perlu menjadi isyu ramai seperti halnya pupuk palsu.