Pengomposan Sampah Di Cimahi

Cimahi Kota Kompos?
 

SELAMA 2 bulan terakhir, sampah yang diproduksi warga Kota Cimahi terpaksa dibiarkan bertumpuk di tempat penampungan sementara (TPS). Dengan volume sampah mencapai 1.200 m3 per hari, timbunan sampah semakin menggunung karena Kota Cimahi tidak memiliki tempat pembuangan akhir (TPA) sampah. 

Untuk mengatasi penumpukan sampah, Pemerintah Kota (Pemkot) Cimahi memilih cara pengomposan. Wali Kota Cimahi, Ir. H. M. Itoc Tochija, M.M., menginstruksikan langsung kepada tiap-tiap kelurahan pada saat pelaksanaan Musrembang pekan lalu agar memfasilitasi program pengomposan sampah tersebut. “Apabila semua masyarakat mau terlibat dalam kegiatan pengomposan di rumah tangga sendiri, dalam dua tahun Cimahi akan menjadi Kota Kompos,” ujar Kepala Dinas Lingkungan Hidup (LH) Kota Cimahi, Ir. Sumardjito Budi, kepada ”PR”. Saat ini, sebanyak 160 m3 sampah Kota Cimahi dimanfaatkan untuk pengomposan dan daur ulang. Dari jumlah tersebut, 60%-nya berupa sampah organik yang dapat diolah menjadi kompos.



Lebih lanjut, Sumardjito memaparkan, kompos merupakan bagian dari proses lingkungan. “Seperti kondisioner, kompos berfungsi sebagai penggembur tanah,” paparnya. 

Pengomposan juga dilakukan oleh kelompok-kelompok masyarakat (pokmas) Kota Cimahi, di antaranya kelompok masyarakat RW 05 Kelurahan Utama Kec. Cimahi Selatan. Dengan menggunakan bio reaktor mini sebanyak 100 buah, sampah organik dari 1.500 kepala keluarga dapat diolah menjadi kompos sebanyak 3 ton per dua minggu.



Dari 306 RW yang ada di 15 kelurahan di Kota Cimahi, baru 40 RW yang melakukan pengomposan di masing-masing wilayah. “Perilaku membuang sampah harus diubah. Untuk itu, sosialisasi harus dilakukan dari sekarang hingga ke tingkat rumah tangga ,” ujar nya. Bagaimanapun, Sumardjito menambahkan, “Pe ngelolaan sampah tidak akan berhasil kalau tidak dilakukan pemilahan sampah sejak di tingkat rumah tangga.” (Ririn NF/”PR”)***