Rebutan pupuk tengah terjadi di pasar internasional, termasuk bagi Indonesia -sebagai salah satu negara agraris- yang hanya memiliki sumber hara urea ( Nitrogen) akan kebagian dampak atas kenaikan pupuk di pasar Internasional. Kendati memiliki pupuk tunggal urea, namun bagi kepentingan pembuatan pupuk majemuk maupun menaikan buah, penimbunan daging dalam buah dan memelihara pertumbuhan generatif tanaman diperlukan unsur Fosfor (P2O5), Kalium ( K2O), Magnecium (Mg), Sulfur (S) dan unsur mikro, dan untuk semua unsur tersebut Indonesia masih harus mengandalkan sumber impor dan membeli di pasar Internasional. Dilain pihak, dengan kewaspadaan negara India, China, Amerika dan negara maju lainnya atas kemungkinan berkurangnya supplai pangan akibat perobahan iklim ( global warming) – yang telah menimbulkan kegagalan panen, serta pengurangan suplai bahan pangan akibat bencana alam lainnya maupun makin meningkatnya pemanfaatan jagung sebagai bahan ethanol. Ternyata, harga minyak bumi dan issue pencemaran sumber minyak fosil telah membuat banyak negara kini beralih dan menyiapkan besar-besaran mengolah bahan pangan ( jagung, kedelai, CPO) menjadi bahan ethanol – suatu bahan BBM Nabati ( biofuel). Atas kepentingan pengembangan biofuel, pupuk kini banyak pindah alokasi bagi tanaman jagung di Amerika Latin, China dan Amerika. Harga pun ikut terkerek naik, sumber Fosfor (P/ Phosphates) untuk penyerahan Juni berharga hingga US $ 700/ ton, dan KCl naik hingga diatas US $ 900/ ton. Maka tidak mengherankan jika harga KCl dan SP akan naik terus, bahkan Juni nanti diprediksi terus berlanjut.