Belajar Dari Kearifan Lokal Dalam Mengelola Air

Di jaman moyang kita, kata ”banjir” – yang diartikan dengan melimpahnya air di permukaan tanah ketika hujan yang tidak terserap bumi, mungkin tidak pernah dialami. Orang tua saya- bukan sarjana Teknik dan Lingkungan, namun sejak tahun 1970-an, mengajarkan agar kebun kami memiliki lobang resapan air ( lombang, Sunda Red ) dan tempat sampah agar tidak ada banjir katanya.

Dengan peralatan sederhana -seperti cangkul dan linggis, lobang kami buat dengan ukuran 1 m x 1 m dan kedalaman 80 cm sampai 1 m. Setiap hari, kami menumpahkan semua sampah kebun, sampah rumah – yang telah disortir dari plastik dan logam, serta abu tungku dapur serta sisa pembakaran abu sekam kedalamnya- setelah diperam ( fermentasi) menjadi kompos di sekitar lobang. Ternyata, setelah ditambahkan kompos- bagian dalam (bawah) lobang bumi itu setiap hari makin membesar, makin berpori dan setiap hujan, air masuk ke lobang bumi tersebut maka areal tanah sekitar bebas dari melimpahnya air (banjir). Satu bulan kemudian, kami baru bisa menanami lobang tersebut dengan pohon kelapa, buah-buahan dan aneka tanaman yang direncanakan.

Drainase perkotaan – yang dibangun para Insinyur Teknik saat ini perlu belajar dari kearifan lokal orang tua kita tersebut. Konsep drainase perlu dirobah bukan hanya soal membuat gorong dan lorong air ke hilir.

Konsep mengalirkan”, tentu akan terganggu manakala ada ”sumbatan” di tengah jalan antara hulu dan hilir, katakanlah misalnya oleh material sampah. Daerah resapan air, kini perlu dibuat dengan menambah banyak lobang air dengan cara pembuatan lobang resapan 80 cm sd 1 m kearah dalam sebagai pori bumi. Perkakas bor tanah atau tugal (auger) dengan mudah membuat kedalaman 1 m sebagai terowongan kecil kearah lapisan dalam bumi menuju air bawah tanah. Menurut kearifan lokal orang tua saya- diatas, isilah lobang resapan tersebut dengan kompos– yang akan menjadi media dalam membiakan bakteri, jasad renik serta cacing tanah membuat rongga dalam tanah. Tentu saja harus ada pengamanan dari kemungkinan adanya longsor menutupi lobang bumi tersebut, misalnya dengan membuat cincin tembok beton ketebalan 2 cm di sekitar permukaan dimana lobang bumi dibuat. Dan, menghindarkan terperosoknya kaki, perlu juga dipasang kawat ram atau pipa besi melintang.

Pembuatan kompos dengan komposter akan membantu pengadaan kompos setengah matang- telah mengandung bakteri aktif- dengan kandungan mikroba aktif bagi pengisian lobang pori bumi tersebut ( jadi berdasar uji coba dan pengalaman saya, agar efektif dan cepat bagi perbesaran volume dan daya tampung lobang resapan, bukan dengan memasukan sampah organik segar – yang perlu waktu lama membiakan bakteri terlebih dahulu sebelum menumbuhkan cacing) .

Paling lama 1 bulan, akan terjadi pembiakan jasad renik oleh mikroba yang terbawa oleh ‘kompos setengah matang’ dalam tanah serta kemudian menumbuhkan cacing dengan banyak melakukan pelobangan. Tanah bagian bawah dalam akan merongga, mampu menyerap air dan memerangkap air hujan hingga masuk kedalam lapisan air tanah. Dengan bekerjanya bakteri membuat rongga dalam lobang resapan, kapasitas penyerapan air jauh melampaui ukuran volume lubang ( 22/7 x diameter x kedalaman) melainkan, lebih dari itu, 3 hingga 5 kali volume lobang silindris tersebut. Lobang resapan inilah yang akan menolong kita mengalirkan air- di kala air hujan ( rob ) melebihi kapasitas permukaan tanah- yang kini di banyak kota memang makin tertutup oleh bangunan beton dan aspal jalan raya.

Sebenarnya gagasan lobang resapan air – bagi pengendalian banjir- ini bukanlah baru, sejak lama di negara Belanga- yang terkenal dengan rendahnya daratan terhadap permukaan laut dan negara Eropa lainnya, diperkenalkan aneka bor (drilling tools) bagi kepentingan membuat lubang resapan air. Lalu, kemudian di Indonesia, baru akhir-akhir ini ( tahun 2007 an) ada teknik membuat resapan air PU maupun membuat lobang resapan dengan teknik biopori, misalnya. Tapi intinya, tanpa harus berdebat siapa yang duluan mencipta dan membuat bor, adalah lebih penting bagaimana menjadikan masyarakat memiliki kesadaran menabung air dalam lapisan tanah ( catcment area) – sebagai suatu perilaku kita semua. Dan, bukankah kalau air adalah hak bagi kepentingan generasi yang akan datang agar dapat menimbanya dengan cara membuat sumur dangkal ? Serta,…………………..ya menghindarkan banjir masa kini dong.

One thought on “Belajar Dari Kearifan Lokal Dalam Mengelola Air

  1. apakah bor biopori ini bisa dipesan untuk bahan semua dari stainless steel ?

Comments are closed.