Tahun 80-an, banyak teman saya – ketika kuliah ilmu pertanian perkebunan di Bogor – berasal dari Malaysia- khususnya Sabah. Kini, banyak diantara mereka menjadi pejabat di Kementrian Pertanian Malaysia. Setelah menimba ilmu “Indonesia”, sekarang Malaysia tidak diragukan sebagai negara yang sukses “mengalahkan” Indonesia dalam pengembangan kelapa sawit, karet serta kultur jaringan bibit. Demikian juga halnya bidang pariwisata, terlepas pro-kontra masalah penggunaan clip tari pendet, namun kini dunia Internasional ( sebagai mana bisa ditonton di Discovery Channel ) mengenal Malaysia sebagai “the trully Asia”.
Nampaknya usaha anak bangsa serumpun Indonesia- yang jumlah penduduknya sekitar 27 juta atau hanya setengah dari populasi penduduk Jawa Barat ini- tak pernah lelah berjuang menjadi pemain bisnis global. Ditengah keterbatasan sumberdaya alamnya pun, Malaysia berambisi meneguhkan sebagai negara pemilik merk atau branding “Halal Food” dunia. Peniaga Malasysia aktif mengenalkan diri sebagai “produsen makanan halal terpercaya” dan jasa keuangan ( asuransi takaful, Bank Syariah) pada skala antar bangsa ( Internasional). Dengan cerdik, mereka membidik potensi pasar ummat Muslim dunia- khususnya muslim berpendapatan tinggi – seperti muslim Rusia ( ada sekitar 21 – 28 juta orang atau 15 – 20 persen dari sekitar populasi penduduk ), muslim Rep. Rakyat Cina ( ada 22 juta Muslim China menyebar hampir ke semua propinsi, dengan konsentrasi tertinggi di propinsi Barat seperti Xinjiang, Ningxia, dan Gansu) serta ke Timur Tengah ( midle east).
Secara konsisten dan teratur, sejak tahun 2004, dengan sokongan kerajaan digelar promosi Malaysia International Halal Showcase (MIHAS). Event MIHAS 2009 – beberapa hari saja diklaim menghasilkan penjualan lebih dari RM 200.3 juta ( sekitar Rp 0,7 trilyun) lebih dari RM1.86 miliar ( Rp 5,580 trilyun) masih dalam negosiasi. MIHAS menarik pengunjung dan partisipan aktif dari 529 peserta pameran dari 30 negara dan menarik jumlah total 34.051 pengunjung dari 65 negara.
Menurut Komita Malaysia, kini banyak produk Malaysia yang mau “Go Internasional” seperti keripik nangka, keripik singkong, aneka juice, sause BBQ, kopi, dll tapi bahan bakunya terbatas di Malaysia dan perlu sokongan Indonesia. Bahkan lebih jauh, keraguan akan ke- Hallal-an saat pemotongan dan pengolahan daging sapi asal Brazil – membuat Muslim di Rusia, Cina dan Timur tengah (Midle East) akan mengalihkan permintaan dagingnya ke Malaysia- yang kemudian Malaysia- yang sepengetahuan mereka banyak tanah luas dan tenaga kerja di Indonesia – akan mengandalkan sumber ternaknya dari Indonesia.
Masalahnya, selain hasil pertanian lain, Indonesia juga impor impor sapi sekitar 600.000 ekor/tahun dan impor daging beku 30.000 ton/tahun dari New zealand dan Amerika Latin.
Sungguh memprihatinkan ya………..Sapi di Indonesia dan lembu di Malaysia ini- walaupun boleh poligami sampai2 membuat Klub Poligami- kok populasinya sulit bertambah…………..hehehe **)