Bagi pelanggan PT Cipta Visi Sinar Kencana baik korporasi, perusahaan swasta pemilik masalah sampah maupun instansi pemerintahan terkait kewenangan dengan masalah sampah kota, telah memiliki sekurangnya mesin kompos dan biodigester penghasil biogas kapasitas olah mulai 1 ton/ hari, dapat mengikuti program kemitraan budidaya hingga penjualan hasil daun. Tiap rumpun media tanaman lidah buaya memerlukan 6 kg kompos, sehingga tiap mesin kompos pengolah sampah kapasitas 1 ton/ hari ( IPK RK 1T, atau IPK RKE 1T, maupun ARK 1 T) dan pilihan 1 dari aneka kapasitas Biodigester akan memiliki media tanam untuk 100 rumpun per hari bagi penanaman di kebun maupun pot.
Tiap mesin kompos dan biodigester kapasitas 1 ton/ hari akan hasilkan 600 kg kompos dan dari biodigester terkecil 10 m3 akan dihasilkan 350 liter yang cukup bagi pasokan nutrisi organik terhadap 36.000 pohon/ tahun atau 4 Ha di kebun atau 36.000 pot yang dikelola rumah tangga sekitar lokasi tempat pengolahan sampah terpadu (TPST)..
Jenis bibit lidah buaya jumbo hasil kultur jaringan dari varietas chinensis ini akan berukuran besar ( lebar daun lebih dari 3 cm, panjang daun lebih dari 70 cm dengan kedalaman akar lebih 30 cm) maka, memerlukan pot besar ukuran mulai 60 liter. Jika ditanam di kebun, dengan jarak tanam 150 cm x 70 cm, populasi akan mencapai 7500 rumpun/ Ha.
http://www.sampah.biz/…/habiskan-kompos-untuk-budidaya-lida…
Bandingkan metoda Biophos_kkoGas dengan upah olah sampah ( tiping fee) kepada penanam modal /investor Tempat Pengolahan Akhir Sampah (TPAS) Legoknangka dan ITF Sunter Jakarta akan bertarif di kisaran Rp 381.000 hingga Rp 500.000/ ton. Artinya, penimbul sampah, terutama kawasan komersial ( Mal, hotel, pasar, pabrik, komplek Niaga dan sejenisnya) jika mulai beroperasi nanti, harus bersiap membayar tiap ton atas sampah disetor Rp 381 rb. Itu baru upah olah di TPAS, tentu diluar ongkos mobilisasi, loading/ unloading serta sarana pengumpulan, penyimpanan sementara (container) serta belanja pegawai.
Pak Ano, terimakasih atas tanggapannya. Tentu tidak bisa dibandingkan persis antara skala besar dan kecil, tidak apple to apple istilahnya.
Namun, dari pengalaman kami membangun Tempat Pengolahan Sampah Terpadu (TPST) di lebih dari 10 lokasi, telah meyakinkan bahwa konfigurasi mesin Biodigester-Piroliser-Komposter-Gasifier adalah paling sesuai dengan karakter sampah di Indonesia.
Insenerator memang cocok di negara2 yang karakter sampahnya dominan anorganik ( kertas, plastik) ketika limbah pertanian di negara maju selesai di kebun dan hulu pertanian. Sementara di negara kita, lebih 50 % justru jenis organik yang memiliki kalori rendah untuk dibangkitkan menjadi energi.
Dan, dalam pandangan dunia usaha dalam negeri, peluang proyek pemusnahan sampah terkonsentrasi skala besar juga dipastikan hanya akan ditawarkan oleh penyedia sumber mesin ( sumber impor) dari negara maju. Dengan jargon pemilik kewenangan bahwa teknologi harus canggih (advance), terbukti (proven) dan penawar mampu (bonafide), diindikasikan pengusaha lokal paling tinggi hanya jadi perantara (makelar). Belum ada, bahkan mungkin tidak akan pernah ada, industri dalam negeri yang telah mampu dan berpengalaman mesin pengolahan sampah skala besar. Berlindung dibalik jargon itu adalah gaya dan cara berfikir para pemilik kewenangan publik di negeri ini, daripada mengembangkan teknologi lokal yang memulai dari skala kecil, bisa repot.
hasil kajian riset aksi lapangan (action research) dan pengalaman lebih dari 10 tahun bahwa sampah memberi nilai tambah (added value) lebih baik jika dikelola dengan skala kecil, terdesentralisasi, di lokasi terdekat sumber timbulannya. Dengan terlebih dahulu dikelompokan atas jenis dan karakternya di TPS 3R (Reduce, Reuse, Recycle) sebagaimana amanat UU No 18/ 2008, tanpa beban mobilisasi memacetkan perkotaan, sampah akan menjadi bahan baku (raw material). Jenis limbah plastik di pirolisis jadi minyak bakar (heavy oil) dengan sampah kering sebagai sumber kalor proses gasifikasi. Demikian halnya jenis organik dapat dijadikan biogas ( bahan bakar genset pembangkit energy listrik) serta pupuk organik. Jika minyak bakar dan biogas dihabiskan sebagai pemenuhan energi suatu skala Tempat Pengolahan Sampat (TPS) skala kawasan, output netto adalah pupuk organik yang sangat diyakini menjadi modal besar guna membangun pertanian kota ( urban farming).
Ass…Pak….(tolong check taman tega lega dan seputar bandung yang sekarang begitu semarak dengan sampah)…mang gober dengan cara yang awut-awutan….apa nggak ada kabar ke pemkok?……