Oleh : Sonson Garsoni *)
Bandung Raya, Yogyakarta, Bali, dan kota-kota besar lainnya di Indonesia tengah menghadapi darurat sampah. Tempat Pembuangan Akhir (TPA) dipenuhi sampah, dan kapasitasnya semakin menipis. Kondisi ini bukan hanya menimbulkan masalah lingkungan berupa polusi udara dan air, bau yang tidak sedap, dan perkembangbiakan vektor penyakit, tetapi juga mengancam kesehatan masyarakat. Salah satu penyumbang komposisi terbesar sampah adalah sampah organik, khususnya sampah makanan atau sisa organik dapur (SOD). Di sinilah solusi sederhana namun efektif dapat diterapkan, yaitu melalui budidaya unggas, khususnya ayam petelur, yang dapat memakan SOD yang diberi pengkayaan protein dari ampas ekstraksi sacha inchi ( Plukenetia volubilis).
Mengatasi Darurat Sampah dengan Budidaya Unggas
Budidaya unggas, seperti ayam, itik, atau mentok, terbukti ampuh dalam mengatasi masalah sampah organik. Unggas dapat mengonsumsi berbagai jenis sampah organik, termasuk sisa makanan rumah tangga seperti nasi, sayuran, kulit buah, dan lainnya. Selain itu, ampas ekstraksi sacha inchi dari tanaman yang dapat dibudidaya di pekarangan ( urban farming) sekitar kandang ayam dan sekaligus sebagai peneduh kaya akan protein dan serat, juga dapat diberikan sebagai tambahan pakan. Dengan mengolah sampah organik menjadi sumber protein (telur, daging) maka kita dapat mengurangi volume sampah yang masuk ke TPA dan sekaligus meningkatkan nilai ekonomisnya.
Pilihan Ayam Unggul untuk Urban Farming
Ayam persilangan ras dan bukan ras (buras) seperti KUB (Kampung Unggul Balitbang), Joper, atau ayam Arab menawarkan beberapa keunggulan:
- Konsumsi SOD: Ayam jenis ini dapat mengkonsumsi SOD dengan efisien, sehingga membantu mengurangi volume sampah organik.
- Ketahanan Terhadap Perubahan Iklim: Ayam jenis ini lebih tahan terhadap fluktuasi cuaca yang tidak menentu akibat perubahan iklim, sehingga meningkatkan keberlangsungan usaha.
- Kualitas Telur: Ayam persilangan ini memakan ampas extrasi sacha inchi ( kandungan omega nabati) karenanya mampu menghasilkan telur dengan kandungan omega 3 yang lebih tinggi, meningkatkan nilai gizi dan harga jual.
Analisis Kelayakan Ekonomi
Pada model populasi 500 ekor dalam kandang 2 trap pada luas lahan mulai 50 m2 akan mampu habiskan 10-25 kg/ hari SOD. Dengan asumsi produksi minimal 50% (dari potensi genetik 70-80%) dan biaya pakan SOD dan ampas Rp 5.000/kg (lebih murah dari harga pakan pabrikan) serta harga jual telur omega Rp 3000/ butir, usaha peternakan ayam ini menghasilkan break-even cost (BC) ratio di atas 1. Artinya, usaha ini menguntungkan. Dengan demikian, pemanfaatan ayam untuk mengolah SOD tidak hanya mengatasi masalah sampah, tetapi juga memberikan manfaat ekonomi.
Solusi Pemerintah dan Masyarakat
Pemerintah berperan penting dalam mendorong inisiatif ini dengan memberikan dukungan dan insentif kepada masyarakat yang ingin mengembangkan budidaya unggas untuk mengolah SOD. Dukungan tersebut dapat berupa penyediaan bibit unggul, pelatihan budidaya dan pemasaran, serta akses ke modal. Disamping itu, regulasi yang menegaskan bahwa penimbul sampah membayar ( polluter pay priciple) akan menjadi insentif bagi pembudidaya ternak.
Masyarakat juga berperan aktif dengan memisahkan sampah organik dan menyerahkannya kepada peternak unggas atau mengolahnya sendiri. Kampanye, sosialisasi dan edukasi tentang pentingnya pengelolaan sampah organik juga sangat diperlukan untuk meningkatkan kesadaran masyarakat.
Pengembangan Usaha Berbasis Urban Farming
Konsep urban farming yang terintegrasi dengan budidaya unggas sangat potensial untuk dikembangkan di kota-kota besar di Indonesia. Selain mengolah SOD, peternakan unggas juga dapat diintegrasikan dengan budidaya tanaman lainnya sebagai urban farming, salah satunya budidaya sacha inchi. Limbah dari peternakan unggas dapat dimanfaatkan sebagai pupuk organik untuk tanaman tersebut, menciptakan sistem yang siklus dan berkelanjutan.
Strategi Pemasaran
Pemasaran produk peternakan unggas dan hasil panen urban farming dapat dilakukan melalui berbagai cara, seperti penjualan langsung ke konsumen, pasar tradisional, pasar swalayan, dan platform e-commerce. Pentingnya membangun citra merek yang kuat dan menonjolkan kualitas produk, seperti telur dengan kandungan omega 3 tinggi, juga sangat diperlukan untuk meningkatkan nilai jual.
Tantangan dan Solusi
Meskipun memiliki potensi yang besar, pengembangan usaha ini juga menghadapi beberapa tantangan, seperti keterbatasan modal, keterampilan teknologi, dan akses pasar. Mengenai keterampilan dan teknologi kini dapat diatasi oleh otomatisasi kandang smart farming. Pelaku tanpa keahlian beternak pun dapat melakukannya. Pemerintah berperan penting dalam memberikan dukungan dan fasilitas kepada masyarakat agar dapat mengatasi tantangan tersebut, misalnya melalui penyediaan akses modal, pelatihan, dan bimbingan teknis.
Kesimpulan
Darurat sampah merupakan masalah yang kompleks, namun dapat diatasi dengan solusi-solusi sederhana termasuk mengacu kepada kearifan lokal agraris antara lain budidaya unggas yang terintegrasi dengan urban farming. Dengan memanfaatkan teknologi dan inovasi, budidaya unggas ( ayam, itik, mentok) dapat menjadi solusi yang menguntungkan bagi masyarakat dan mendukung penyelesaian sampah organik, khususnya sisa organik dapur (SOD) untuk terciptanya lingkungan yang lebih bersih dan sehat**)
*) Ketua Umum Badan Pengurus Pusat (BPP) Asosiasi Konsultan Non Kontruksi Indonesia (Askkindo), Founder PT Cipta Visi Sinar Kencana (CVSK)- KencanaOnline.Com