KOTA BOGOR Mesin Pembakar Sampah Jadi Besi Tua
Senin, 7 April 2008 BOGOR (Suara Karya): Sejumlah mesin pembakar sampah atau incenerator yang sudah ada sejak beberapa tahun lalu di dua lokasi, yaitu di Paledang dan Pasar Bogor, menjadi onggokan besi tua.
Sejak awal keberadaannya, alat pemusnah sampah itu ditentang oleh warga akibat polusi yang ditimbulkannya. Namun, ketika itu Pemerintah Kota (Pemkot) Bogor memaksakan kehendak dengan bekerja sama dengan pihak ketiga untuk membangun incenerator tersebut. Tetapi keberadaan mesin pembakar sampah yang ditargetkan mampu memusnahkan 1.500 meter kubik sampah ini tak maksimal, dan lebih banyak tak berfungsi akibat kerusakan mesin.
Sementara itu, Kepala Bidang Kebersihan Dinas Lingkungan Hidup dan Kebersihan (DLHK) Kota Bogor, Dudi Suhardi, Sabtu (5/4), mengatakan, incenerator adalah proyek kebersihan Wali Kota Bogor yang saat itu dijabat Iswara Natanegara.
Untuk pengadaannya, Pemkot Bogor menggandeng pihak ketiga. Sementara biaya bahan bakar dianggarkan dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD).
Bahan bakar yang digunakan untuk mengoperasikan incenerator menggunakan minyak tanah. “Karena dari tahun ke tahun harga minyak tanah selalu naik, secara otomatis anggaran untuk bahan bakar membengkak shingga tak diteruskan,” kata Dudi menjelaskan.
Mulai saat itulah dua incenerator itu tak difungsikan. Selain tak mampu memenuhi target, pengoperasiannya menghasilkan polusi cukup banyak. Menurut Dudi, biaya operasional DLHK paling banyak digunakan untuk bahan bakar kendaraan operasional.
Terbengkalainya incenerator itu mengundang keprihatinan kalangan legislatif. Apalagi, alokasi pemeliharaan dan operasional alat tersebut mencapai Rp 1 miliar.
Di tempat terpisah, anggota Komisi B DPRD Kota Bogor Teguh Rihananto menjelaskan, terhitung sejak 2007 tak ada lagi biaya pemeliharaan maupun operasional incenerator. Anggaran tahun 2006 untuk incenerator akhirnya dihapus.
Menurut Teguh, penghentian operasional incenerator juga dipicu oleh adanya penolakan warga. Untuk itu, pihaknya sepakat pembiayaan alat tersebut dihentikan.
Anggota Komisi C Yusuf Dardiri menyebutkan bahwa alat tersebut awalnya mendapat tanggapan positif karena mengarah pada efisiensi tenaga kerja. “Karena alat itu sudah rusak, ya sekarang tinggal bagaimana caranya bisa diuangkan lagi, misalnya dijual atau ditawarkan ke pihak lain,” kata Yusuf.
Lain halnya komentar Ketua Komisi C Adhi Dhaluputra. Ia berharap incenerator itu dimanfaatkan kembali. “Kami akan coba berbicara dengan DLHK untuk memperbaiki alat itu. Bisa jadi kerusakan akibat aparatnya tak mampu mengoperasikan secara maksimal,” kata Adhi
Saat ini Kota Bogor tengah berupaya mengolah sampah berbasis masyarakat. Namun Adhi berpendapat, alangkah baiknya jika pengolahan sampah juga ditunjang teknologi. (Tarwono)
|