Mini Instalasi Produksi Kompos (MIPK), model CSR dalam Pengelolaan Sampah Lingkungan Berkelanjutan

Berbagai upaya dalam rangka pengembangan UMKM telah dilakukan oleh berbagai pihak antara lain dengan memperkenalkan pola pendekatan dalam rangka pembiayaan UMKM seperti pola PHBK, pola anak angkat dan pola pendekatan klaster dan pola kemitraan. Diluar pola tersebut, pendekatan yang dilakukan oleh pemerintah yaitu dengan mengoptimalkan pemanfaatan tenaga BDSP yang dapat berfungsi sebagai jembatan penghubung antara UMKM dengan perbankan. Pemanfaatan tenaga BDSP ini diyakini pula dapat membantu pemerintah dalam mensukseskan  program penanggulangan kemiskinan melalui optimalisasi penyaluran kredit perbankan kepada UMKM.
                                  

Demikian besarnya skala masalah pengembangan usaha kecil, korporasi, BUMN atau perusahaan swasta pun kemudian terlibat dan dilibatkan. Baru pada era 1990-an banyak perusahaan yang mulai menjalankan apa yang dinamakan Corporate Social Responsibility (CSR). Meskipun dalam pelaksanaannya, banyak perusahaan yang telah melakukan kegiatan CSR sejak lama namun dengan menggunakan nama berbeda. Pilihan kegiatan pemberdayaan masyarakat oleh program CSR maupun PNPM bisa dibangun Mini Instalasi Produksi Kompos Kota (IPKK) guna mendukung pengembangan kewirausahaan sosial (social entrepreneurship). Mini IPKK menghasilkan sekitar 100 kg kompos dan 2 botol @ 500 ml pupuk cair organik dengan nilai penjualan hasil Rp 180.000/hari atau Rp 5,400,000/ bulan.

Investasi diperlukan bagi pengadaan 5 unit Roler kompos dan 1 mesin pencacah sampah organik (MPO 500 HD) dan modal kerja bahan habis pakai ( aktivator GP-1 dan penggembur GP-2) Rp 12,500/ hari. Mini IPKK ini lumayan memberi penghasilan kelompok swadaya masyarakat atau pemuda memulai usaha disamping manfaat bagi pelestarian lingkungan. Mini IPKK ( berfungsi sebagai kelengkapan bagi usaha cleaning services) akan lebih menguntungkan ketika diusahakan sekaligus dengan jasa pertamanan dan penjualan bibit tanaman hias.