Kegiatan reduksi sampah dalam Instalasi Pengelolaan Sampah Kota menggunakan Instalasi model 5 unit Rotary Klin per hari di Kab Bandung.
Darurat Sampah ?
Beberapa kota di Indonesia kini sedang mengalami masalah dalam pengadaan TPA Sampah bahkan, beberapa kota seperti Bandung, Cimahi dan Kab Bandung ( Bandung Raya), Bogor, Tangerang Selatan, dll sudah dikatakan mencapai kondisi darurat sampah karena kesulitan mendapatkan lokasi TPA ( Tempat Pembuangan Akhir) Sampah sudah beberapa bulan berlangsung.
Jika darurat terus keadaannya – akibat sulit pengadaan tempat pembuangan akhir (TPA), olah saja sampah kota dengan menggunakan model Instalasi Pengolahan Sampah Kota (IPSK). Tiap Instalasi terdiri dari 5 (lima) unit Rotary Klin RKE 2000L dengan kapasitas @ 6 m3/ unit. Dengan jumlah alat Rotary Klin per IPSK – sebagaimana tersebut- akan memiliki kapasitas Olah 25 m3 /5 unit/ 5 hari sampah organik atau 6 m3/ hari/Instalasi.
Semua jenis sampah suatu kota (organik maupun an-organik) – misalnya Bandung- yang mencapai 7500 m3 x 80 % = 6000 m3 ( setelah dikurangi 20 % sampah B3/Klinik) berarti akan memerlukan 240 lokasi Instalasi IPSK. Kalau dihitung kebutuhan jumlah unit-nya @ 5 unit per IPSK atau sekitar 1200 Unit Rotary Klin RKE 2000L atau dikombinasikan dengan Type komposter Individual bergantung keadaan lokasi RW atau komunitas yang akan dilayaninya.
Kapasitas satu IPSK tersebut diperhitungkan akan mampu memberi layanan jasa kebersihan bagi 500 sd 1000 rumah tangga atau 1 RW dengan iuran atau retribusi @ Rp. 25.000-Rp. 50.000,-/bulan yang setara dengan Rp 12.500.000,- sampai Rp 25.000.000,- / bulan . Retribusi kebersihan warga ditambah pendapatan dari penjualan material hasil dekomposisi ( berupa 1. Pupuk Organik Cair, 2. amilioran atau kompos standar 3 dan 3. material an-organik plastik dan logam bahan daur ulang ) dapat dikatakan kalau setiap IPSK berpeluang memiliki kelayakan ekonomi atau menguntungkan.
Reduksi Sampah !
Sampah terdekomposisi, dalam 5 hari di dalam Rotary Klin, akan berupa kompos seperti tanah kering, gembur dan tidak berbau. Sampah akan tereduksi demikian besar sekitar 80 % atau menjadi sekitar 20 % dari berat bahan asalnya. Jadi misal 3m3 ( kubik) bahan sampah, atau setara dengan 1 ton beratnya, akan menjadi material amilioran dan plastik serta un-degradable materials – yang setelah terdekomposisi seberat 200 kg saja.
Daur Ulang : Pisahkan Amilioran dan Material An-degradable Setelah Proses Dekomposisi !
Jika dilakukan pemisahan dan pemilahan setelah dekomposisi menjadi mudah. Lakukan pengayakan, untuk pisahkan material lolos mesh 80 menjadi penggembur tanah ( standar Departemen Pertanian adalah amilioran). Jumlah hasil berupa kompos penggembur ( amilioran) adalah sekira 35 % dari total berat material terdekomposisi (contoh diatas 200 kg dari sampah 5 m3) atau sekitar 70 kg amilioran ditambah dengan 130 kg berupa logam dan plastik ( rasio ini sangat tergantung pada komposisi jenis sampah). Inilah bahan daur ulang yang bernilai ekonomi.
Amilioran dan Pupuk Organik Cair (POC) hasil suatu IPSK.
Pada asumsi Instalasi Pengolahan Sampah Kota ini dibiayai dari Retribusi Iuran sampah dan APBD- yang selama ini digunakan biaya pengumpulan dari Rumah Tangga ke TPS – yang dikelola RW- dan angkutan dari TPS ke TPA, maka kompos amilioran dan barang an-organik berharga NOL Rupiah. Dengan kompos- amilioran gratis, ibu rumah tangga atau bahkan petani menggunakan kendaraan atas tanggungan masing-masing dengan senanghati mengambilnya bagi kepentingan kebun dan sawah mereka.
TPA Sampah ?
Secara teknis dan ekonomis pendirian IPSK sangat layak bagi semua kota. Dan, setidaknya bagi katagori Kota Metropolitan – dalam menghadapi pengelolaan sampah, menjadi tidak perlu terlalu tergantung 100 % pada keberadaan TPA- yang makin sulit lokasinya. Dengan pendirian IPSK, memang masih ada sampah (sisa bahan B3, waste un-recycle dan sampah Rumah Sakit- klinik) yang memerlukan penanganan khusus – misalnya dapat saja dibawa ke TPA atau dibakar menggunakan Incenerator.
Model IPSK dengan teknologi tersebut jauh lebih murah dibandingkan dengan investasi model TPA. Menurut Kasubdit Dirjen Tata Kota dan Pedesaan (Investor Daily, 24-8-2004) :” Untuk membangun Tempat Pembangunan Akhir (TPA) sampah dikota berpenduduk 250 ribu jiwa, diperlukan dana Rp 23 miliar per tahunnya”. Menurut Kasubdit wilayah Barat II Dirjen Tata Perkotaan dan Pedesaan Depkimpraswil Bambang Purwanto, dana tersebut untuk pengadaan lahan, pengadaan alat berat, Konstruksi TPA, dan operasi, juga dibutuhkan untuk pemberian gaji karyawan. Dana tersebut seharusnya tidak hanya dari APBD Kota/ Kabupaten. Namun, perlu juga dari APBD provinsi dan APBN.
Disamping kelayakan ekonomi, pendirian IPSK diatas akan memberikan lapangan kerja dan usaha baru kepada UKMM ( Usaha Kecil dan Mikro) di lokasi-lokasi dekat pemukiman, RW maupun Komplek Perumahan.
Semoga informasi ini bermanfaat bagi Kepala Pemerintahan Kota, Pemerintahan Propinsi bahkan RW – yang memandang masalah sampah sebagai suatu public services maupun para pengusaha – yang memandang masalah sampah sebagai peluang usaha.
I read over your blog, and i found it inquisitive, you may find My Blog interesting. My blog is just about my day to day life, as a park ranger. So please Click Here To Read My Blog