13 Apr 2010 ( Harian Ekonomi NERACA )
Bandung, Pemerintah Provinsi Jawa Barat belum menemukan skema yang tepat dalam kerjasama budidaya beras Basmati dengan investor Timur Tengah (Arab Saudi). Hal ini terkait kebijakan pemerintah pusat melalui Menteri Pertanian yang menghendaki sektor pertanian sepenuhnya dikelola petani dalam negeri untuk menghindari kerawanan ketahanan pangan. Namun demikian peluang kerjasama tersebut tetap terbuka selama investasi yang dimaksud tidak menguasai sektor hulu.
“Dulu kita menawarkan pola kerjasama dalam budidaya beras Basmati dengan cara biarkan petani kita yang mengerjakan. Bibitnya boleh dibawa dari Timur Tengah, ditanam ojeh petani kita dan hasilnya dijual kepada mereka,” kata Gubernur Jawa Barat Ahmad Heryawan, Senin (12/4), menjawab pertanyaan Neraca di ruang kerjanya Gedung Sate, Jl. Diponegoro, Bandung.
Dikatakan Gubernur, dari dulu hingga sekarang investor asal Arab sangat berminat masuk ke sektor pertanian di Jawa Barat karena persawahannya sudah jadi. Hanya saja Menteri Pertanian yang ketika itu masih di jabat Anton Apriyantonb menegaskan bahwa pertanian-pertanian yang akan dikelolah pihak asing dikhawatirkanakan menganggu ketahanan pangan.”Yang perlu juga kita pikirkan kan tradisi pertanian kita kan berbeda Seperti ada hak milik pematang. Ketika persawahan petani Iata di sewa, dikhawatirkan hak pematang petani hilang karena mereka (investor asing) sudah menggunakan mekanisasi,” tambah gubernur.
Ketika ditanya apakah peluang investor asal Arab sudah tertutup untuk untuk berinvestasi di Jawa Barat, khususnya bidang pertanian, Ahmad Heryawan mengemukakan, selama aturan mainnya tidak merugikan petani hal itu bisa dilanjutkan.”Begini saja, untuk urusan menanam padi masyarakat kita kan sudah biasa. Jadi, kalau memang kerjasama ini mau dilanjutkan, bisa seperti yang saya sampaikan tadi.Mereka yang bawa bibit, Iata menanam dan produksinya dijual ke mereka,” katanya.
Sebagaimana diketahui akhir Maret lalu dalam sebuah acara bussiness meeting pengusaha Arab dengan pengusaha Kadin Jabar mengemuka bahwa banyak investor Arab cukup berminat melakukan investasi di sektor pertanian. Terutama untuk penanaman padi Basmati yang merupakan makanan pokok kedua untuk orang-orang Arab setelah roti.Namun keinginan tersebut kemungkinan sangat kecil bisa direalisasikan karena regulasi yang ada sekarang sangat mem-proteksi adanya penguasaan lahan pertanian oleh pihak asing karena bisa mengganggu ketahanan pangan. Padahal harga beras jenis ini cukup menggiurkan yakni per kilo gramnya Rp 30.000,-Dari hasil penelitian yang mereka lakukan. Jawa Barat merupakan daerah yang memungkinkan untuk membudidayakan padi Basmati setelah Kalimantan.
Menangkap Peluang
Sementara itu Wakil Ketua Umum Kadin Jabar, Bidang Pertanian, Kehutanan, dan Peternakan, Sonson Garsoni mengatakan terlepas adanya regulasi yang membatasi pengelolaan bidang pertanian, rencana investasi pihak Arab Saudi tersebut seharusnya menjadi peluang yang harus dimanfaatkan.”Saya kira minat investor Arab di bidang pertanian ini harus ditangkap. Secara spesifik yang diminta mereka adalah untuk beras Basmati yang selama ini kurang familier di Indonesia, tapi dikonsumsi oleh masyarakat Malaysia, Brunai dan Timur Tengah. Nah, ini menurut saya peluang yang harus ditangkap,” kata Garsoni, kemarin.
Untuk tanaman pangan, khususnya beras, lanjut Garsoni, regulasinya mungkin belum mengizinkan untuk membuka lahan dengan cara pembebasan lahan. Namun kalau hal itu yang belum sepakat dengan pihak investor bisa saja dengan pola inti plasma.Sebelumnya Kepala Bidang Promosi Badan Koordinasi, Promosi dan Penanaman Modal Daerah (BK-PPMD) Jabar, Ibrahim menyatakan sekalipun minat investasi negara-negara Arab di sektor pertanian sangat menjanjikan, Pemrov Jabar tidak akan mengizinkan jika mereka memilih investasinya di sektor hulu. Hal itu dilakukan untuk melindungi petani agar mata pencahariannya tidak hilang.
naskah asli, http://bataviase.co.id/node/168184