Penemuan Komposter dan Konsorsium Bakteri, Membuat Kompos Jadi Mudah

Pilihan Mesin Kompos

Komposter adalah alat yang digunakan untuk membantu kerja bakteri pengurai ( decomposer) aneka material organik berupa sampah dan limbah menjadi bentuk baru, yakni material kompos dengan sifat-sifat seperti tanah. Tumbuhan, hewan dan bahkan manusia, atau semua jasad makhluk hidup, pada dasarnya terbentuk dari tanah. Dengan penguraian (dekomposisi), unsur karbon (C) dan senyawa dalam makhluk hidup dikembalikan jadi tanah. Penguraian itu karena kerja bakteri menguntungkan (saprofit) pada kondisi lingkungan mikro kondusif. Komposter adalah alat media bagi proses penguraian, agar dengan kondisi kondusif, bakteri melangsungkan fungsi penguraian bahan organik terus menerus tanpa tidur (dorman).

Bakteri memiliki keahlian spesialis, memerlukan kondisi lingkungan berbeda antara satu dengan jenis bakteri lainnya. Bakteri pengurai selulosa tidak bisa difungsikan bagi penguraian lemak maupun protein. Dengan kerja keras, sejak 25 Februari tahun 2005, Sonson Garsoni dan Tualar Simarmata, atas sponsor PT. CV Sinar Kencana (CVSK), mengenalkan cara mengurai material organik, oleh peranan aneka jenis bakteri hasil isolat dari sampah di kota. Dengan pengetahuan terdapatnya aneka jenis material dalam sampah kota, berbeda dengan limbah pertanian yang umumnya hanya daun dan ranting atau material sisa tumbuhan, aneka bakteri dengan fungsi berbeda-beda berikut fungi dan ragi, disajikan dalam media hidup dengan nutrisi tertentu untuk saling bekerjasama, membentuk konsorsium menjadi aktivator dalam mengolah sampah organik di perkotaan. Sampah di perkotaan umumnya memiliki keragaman isi terdiri antara lain dari kertas ( selulosa), sisa makanan berminyak, material sisa dari hewan berupa daging dan lemak (protein), yang tentu tidak bisa diurai oleh bakteri pada keahlian kerja pada jenis tumbuhan, seperti  halnya bakteri pada pembuatan bokashi di pertanian.Kendati dipaksakan, pasti ada penyimpangan, beberapa material protein tidak akan diurai, dan diantaranya menimbulkan reaksi anaerobik dengan timbulnya gas methan dan H2S, atau bau busuk.  
Berkat penemuan teknik isolasi bakteri, ragi dan jamur membentuk konsorsium dalam aktivator organik, dibuatlah media, yang kemudian disebut komposter. Alat ini difungsikan untuk memudahkan pengelolaan lingkungan mikro (PH, kelembaban, intensitas aerasi, suhu) bagi bekerjanya aktivator organik tersebut. Kini, tahun 2010, lima tahun kemudian sejak memulai isolasi aneka bakteri dan pengenalan aktivator organik bersamaan dengan ramainya isyu darurat sampah kota Bandung, komposter dalam berbagai model telah beredar di berbagai kota Indonesia, dan bahkan ekspor ke Malaysia. Komposter, sebagai alat dengan ukuran kecil bagi media penguraian material organik di rumah atau individual, sejak tahun 2006 telah pula dikenalkan dalam model kapasitas besar dengan nama mesin kompos ( rotary kiln). Berbagai skala kapasitas alat media bagi penguraian bahan organik ini, telah membantu masyarakat dalam membuat kompos, sekaligus ikut menyelesaikan masalah yang ditimbulkan sampah dan limbah, dalam berbagai tingkatan pengelolaan.
Kisah selanjutnya, klik