“ PERAN SERTA INDUTRI PUPUK IKM
DALAM PENYEDIAAN PUPUK
SEKTOR PERTANIAN” 1)
Oleh
ASOSIASI PRODUSEN PUPUK KECIL MENENGAH INDONESIA
_____________________________________________________________
Disampaikan pada Forum Pertemuan Stakeholder Pupuk Dept Pertanian RI- Ditjen Tanaman Pangan Direktorat Sarana Produksi, Hotel Kaisar Jakarta, 29-30 April 2008
Sonson Garsoni, Ketua Asosiasi Produsen Pupuk Kecil Menengah Indonesia (AP2KMI)
Latar Belakang
Kebutuhan akan unsur hara – dalam bentuk pupuk tanaman – bagi peningkatan produktivitas pertanian makin meningkat sejalan dengan pertumbuhan penduduk. Pertumbuhan penduduk tersebut, secara langsung, meningkatkan pula kebutuhan akan bahan pangan dan bahan baku industri serta energi terbarukan ( renewable energy) – yang notabene berbasis pada pertanian dan tanaman. Kondisi tanah Indonesia -yang makin miskin hara akibat over eksploitatif juga memberi kontribusi pada meningkatnya penggunaan dosis pupuk (urea) per satuan luas. Persepsi dan kebiasaan para petani dalam memperlakukan tanaman, pada lahan miskin hara tersebut, adalah dengan menambah dosis pupuk (urea), sampai dicapai penampilan tanaman yang “sehat” – yang menurut mereka sehat itu dipersepsikan dengan jika tanaman “hijau”.
Dari uraian diatas dapat kita fahami latar belakang akan kondisi makin meningkatnya defisit kebutuhan akan unsur hara pupuk nasional, baik jenis maupun jumlah, dari tahun ke tahun. Dan kini bagi Indonesia, upaya bagi pemenuhannya, sebagian besar mengandalkan dari sumber impor. Kebutuhan pupuk dalam negeri, yang berasal dari impor, diantaranya jenis pupuk Phosphates (P2O5), kalium (K2O), hara makro sekunder ( Magnesium/ kieserite (Mg), Sulfur (S), Calcium ( Ca) dan mikro elemen (Fe,Zn, Mo, B, Bo). Sejauh ini, pupuk yang sepenuhnya merupakan produksi dalam negeri hanyalah unsur Nitrogen dalam bentuk pupuk Urea – Diaminomethanal (NH2)2CO- dan sebagian kecil pupuk SP dari sumber deposit -yang tersebar dalam jumlah kecil ( spot deposit).
Ketersediaan pupuk kimia, sebagai sumberdaya tidak terbarukan (unrenuwable), sementara dilain pihak penggunaannya makin meningkat, telah dan akan mendorong peningkatan harga secara terus menerus. Bahkan ancaman defisit, antara kebutuhan unsur hara pupuk dengan ketersediaan, tanpa antisipasi yang memadai sejak saat ini diprediksi akan makin besar dimasa-masa mendatang. Belum berjalannya konsep pemupukan spesifik lokasi, yakni teknik asupan hara berdasar kondisi kesuburan lahan di masing-masing lokasi (spesifik lokalita), juga telah memberi sumbangan pada menaiknya kebutuhan pupuk. Pemakaian dosis pupuk pun berjalan dengan tidak bijaksana. Walaupun telah menjadi kebijakan pemerintah sejak lama, dan diyakini akan meningkatkan produktivitas tanaman sekaligus mengurangi pemakaian pupuk –petani dan pelaksana pemerintahan di lapangan pada umumnya belum menjalankan pola pemupukan spesifik lokalita tersebut. Bahkan lebih jauh, kondisi yang ada memperlihatkan kalau sebagian besar petani Indonesia – diluar sebagian kecil pengusaha perkebunan dan perusahaan agribisnis- masih memiliki ketergantungan bahwa pupuk adalah urea (urea minded) serta belum memiliki akses yang memadai terhadap penguasaan data dan informasi kesuburan lahan tempat pengusahaan pertaniannya.
Keadaan diatas, disertai kebijakan pembangunan pertanian dalam beberapa dekade dimasa lalu, telah mendorong keadaan para petani dan bahkan banyak pengusaha perkebunan hanya mengenal pupuk selalu identik dengan Urea ( Nitrogen 46 %). Lebih jauh lagi, bahkan, banyak petani fanatik kepada merk urea produksi pabrik BUMN tertentu saja. Keadaan ini disadari, salah satunya, akibat penyuluhan dimasa lalu kental dengan promosi produk Urea dan bukan mendidik petani mengenali kelengkapan unsur hara NPK, MgSCa+ Mikro sebagaimana dibutuhan tanaman untuk berkembang secara sehat dan menghasilkan produktivitas optimal.
Kekurang fahaman sebagian besar petani akan konsep pemupukan lengkap berimbang dan spesifik lokasi sebagaimana diuraikan diatas tentu merugikan pembangunan pertanian Indonesia, jika mengingat kebutuhan tanaman untuk mencapai tingkat produksi dan mutu sangat ditentukan oleh kelengkapan asupan unsur hara pupuk. Atas kesadaran demikian, tahun 2000 lalu, dan secara serentak di beberapa Provinsi lainnya meliputi Jawa Timur, Jawa Tengah, Sumatera Utara, Jogjakarta dan Sulawesi Selatan – para pimpinan perusahaan pupuk kecil menengah Indonesia mendeklarasikan berdirinya asosiasi APPKMI termasuk di Jawa Barat. Jawa Barat sebagai propinsi dengan banyak keahlian pertanian, tempat berdirinya sejumlah lembaga penelitian pertanian dan teknologi serta Universitas yang meliputi IPB, ITB dan UNPAD merupakan lingkungan yang kondusif bagi berkembangnya teknologi pertanian – khususnya teknologi pemupukan. Beberapa industri pupuk IKM banyak menghasilkan pupuk katagori produk baru. Bahkan beberapa anggota APPKMI, beberapa tahun terakhir, telah melakukan ekspor pupuk majemuk, kompos dan pupuk tunggal guano serta mineral zeolit dan dolomit. Banyak diantara IKM Pupuk telah melakukan adopsi standar manajemen mutu SNI, meluaskan skala pabrik dan melakukan riset terapan bagi perkembangan teknologi pemupukan. Berbagai upaya pengenalan pupuk katagori baru sebagai hasil riset terapan dimaksudkan guna ikut serta menjawab ancaman masalah kelangkaan pupuk, masalah rendahnya tingkat mutu hasil pertanian, tingginya impor unsur pupuk non Nitrogen dan mungkin berkurangnya supplai pupuk Urea Indonesia dimasa akan datang – akibat masalah bahan baku gas maupun rendahnya kemampuan investasi baru maupun perluasan kapasitas sejumlah pabrik pupuk besar (BUMN).
Perkembangan Industri Pupuk IKM Di Indonesia
Rendahnya pemahaman sebagian besar petani terhadap konsep pemupukan lengkap berimbang, telah mendorong IKM Pupuk, sejak tahun 1990, berupaya memberikan pilihan dan mengurangi ketergantungan petani pada jenis pupuk tunggal urea. Industri skala kecil Menengah (IKM) Pupuk mengembangkan inovasi dengan memproduksi pupuk majemuk – baik dengan teknik pencampuran sederhana (simple blending) seperti pencampuran aneka pupuk tunggal (mixing) menjadi NPK maupun teknologi pencampuran secara kimia fisika (physical blending)- berupa pentabletan pada tekanan tertentu- antara aneka pupuk tunggal menjadi majemuk tablet. Berkembang juga teknologi pupuk cair, urea tablet, dan teknologi pupuk dan pemupukan lainnya – yang diantaranya masih bersumberkan pada bahan utama dari jenis pupuk tunggal Urea, SP dan KCL. Keunggulan utama pupuk majemuk produksi IKM dengan berbahan baku hara makro utama (Urea, SP dan KCL)- sebagai pupuk derivatif dari bahan dasar pupuk tunggal diatas – baik penggunaan jumlah pupuk tunggal sebagai bahan baku untuk menghasilkan kesetaraan kadar aktif bagi target kesetaraan hasil pada tanaman – menjadi berkurang dan dosis bentuk tablet dengan time release tertentu menjadi jauh berkurang dibanding dengan penggunaan bahan dasarnya ( pupuk tunggal ) secara langsung pada tanaman. Teknik majemuk tablet dikembangkan, didasarkan atas adanya data dan hasil penelitian bahwa pemborosan pupuk bentuk tabur (prilled) – yang volatile ( cepat menguap), higroskopis, letak pupuk tidak terjamin disekitar perakaran serta biaya transportasi, handling dan pencampuran di lapangan yang jauh lebih mahal dibanding bentuk pupuk formula majemuk tablet dengan lepas lambat ( time release).
Upaya IKM Pupuk dalam menyediakan katagori pupuk, disamping secara jumlah juga selalu berusaha meningkatkan kualitas pupuk hasil Industri Pupuk IKM. Dalam kaitan pengembangan mutu pupuk IKM, melalui program bersama APPKMI dengan Departemen Perindustrian dan Perdagangan RI th 2003, terdapat 148 perusahaan pupuk IKM di Indonesia telah lulus mendapatkan sertifikat pengguna Tanda SNI ( khususnya bagi produk yang terkena SNI wajib- sebagaimana SK Menperindag No.140/MPP/Kep/3/2002, serta hampir semua anggota APPKMI kini telah memiliki ijin peredaran ( No Pendaftaran Pupuk dari Menteri Pertanian RI) – sebagaimana diatur SK Menteri Pertanian RI No. 09/Kpts/TP.260/1/2003. Kedua peraturan tersebut mengacu pada PP No 8 TH 2001 dan UU No 12 TH 1992 tentang Budidaya Tanaman.
Perbaikan mutu diikuti pula dengan upaya promosi – yang dilakukan oleh masing-masing IKM pupuk juga telah meningkatkan pula permintaan pasar – baik domestik maupun ekspor. Dan seiring dengan makin meningkatnya permintaan pasar, makin banyak pula pelaku yang menerjuni bisnis pupuk. Diantara pelaku terdapat diantaranya yang kurang bertanggung jawab dengan hanya mementingkan keuntungan sesaat dengan antara lain, seringkali tidak memperhatikan aspek mutu dan kualitas. Kondisi ini tentu saja merugikan bagi IKM yang bekerja profesional, melakukan riset dan penelitian serta menjaga kualitas dan citra merk secara sungguh-sungguh.
Ditengah perkembangan demikian, kemudian diterbitkanlah regulasi baru adanya kebijakan subsidi pemerintah terhadap urea sejak tahun 2002. Kebijakan subsidi, yang dalam pelaksanaannya hanya diberikan atas dasar pertimbangan status badan usaha (BUMN), sejak saat itu hingga kini dirasakan IKM telah membuat masalah dengan penyediaan bahan baku. Keterbatasan BUMN dalam penyediaan urea non subsidi ( industri) – sebagai salah satu bahan baku penting bagi industri IKM – dan lebih mengutamakan bagi pemenuhan permintaan kepada petani pangan ( padi) telah menurunkan kapasitas dan daya saing industri IKM pupuk. Regulasi pemerintah dalam bentuk pengaturan harga subsidi kepada Urea dan NPK serta tataniaga dalam bentuk rayonisasi urea dan pupuk bersubsidi mengakibatkan menurunnya daya saing IKM Pupuk di pasaran, sementara dilain pihak, IKM Pupuk membeli bahan baku Urea dengan harga industri.
Potensi Produksi Pupuk IKM
Berbagai jenis pupuk diproduksi para pengusaha yang tergabung dalam APPKMI diantaranya:
A. Pupuk majemuk lengkap prill ( complete compound fertilizer prilled ) diproduksi anggota appkmi meliputi berbagai formula dan berbagai ukuran butiran. Terdapat ukuran butiran tabur ( prilled ) dengan ukuran diameter 1 mm, granular ( setara ukuran diameter 1- 3 mm) dan tepung ( dust).
B. Pupuk Majemuk Lengkap Tablet ( Complete Compound Fertilizer Tablet ). Terdapat ukuran 1,5 gram (tablet diameter 24 mm. tebal 15 mm ) hingga 3 gram, 5 gram, 10 gram serta bentuk briket.
C. Pupuk organik alami adalah pupuk dengan kandungan unsur hara dari penguraian alami organik. Termasuk kedalam katagori ini diantaranya kompos, pupuk oeganik cair, mikroba prebiotik dan bakteri pengurai ( aktivator kompos, dekomposer ).
D. Perkembangan teknik dan teknologis pemupukan serta pertanian pada umumnya menjadi perhatian Asosiasi APPKMI dengan memasarkan aneka uji mutu praktis ( NPK Tester, Iodium Tester) serta berbagai komposter pembuat pupuk organik – jika mengingat peranannya dalam memacu produktivitas pertanian nasional.
Pertumbuhan jumlah produksi, jangkauan distribusi dan perkembangan mutu dari industri pupuk IKM ini, khususnya yang tergabung dalam Asosiasi Produsen Pupuk Kecil Menengah Indonesia (APPKMI), cukup mengesankan. Meningkatnya permintaan dan daya saing khususnya sejak diluncurkan deregulasi tataniaga pupuk 1998. Pada tahun 2004 saja terdapat 256 perusahaan produsen IKM Pupuk, tercatat pada Departemen Pertanian RI, dan mampu menghasilkan aneka jenis dan merk pupuk yang memberikan banyak pilihan kepada petani dan pengusaha agribisnis. Berbagai jenis pupuk, pestisida dan obatan pertanian, suplemen (feed additive) dan peralatan teknik terkait pembuatan pupuk dan pemupukan juga turut berkembang. Peralatan dan alat mesin bagi produksi pupuk organik, pupuk phosphate tunggal, Phosphate granular, mesin pentabletan, mesin pencampuran (mixer), mesin penghalusan ( crushing machine), bio reaktor sampah organik, komposter- pengolah sampah menjadi kompos dan juga berbagai alat dalam meningkatkan kualitas pupuk alami guano, pestisida hayati, bio fermentor, organic decomposer atau aktivator dekomposisi sampah menjadi kompos dan silase pakan ternak. Anggota appkmi pada umumnya adalah perusahaan skala kecil menengah dengan tenaga kerja rata-rata dibawah 100 orang per perusahaan.
Keberadaan lokasi pabrik IKM, yang pada umumnya tersebar di Pulau Jawa, Sumatera Utara, dan Sulawesi Selatan merupakan keunggulan tersendiri dilihat dari kemampuannya menyediakan pupuk di berbagai lokasi secara tersebar sesuai potensi pertanian wilayahnya. Bahkan diantaranya terdapat beberapa IKM Pupuk menjalin kerjasama dengan antaranya mengembangkan barter bahan baku untuk memenuhi permintaan pasar yang berkembang. Demikian juga dilihat dari jenis pupuk yang disediakan sangat beragam mulai dari pupuk anorganik majemuk, anorganik tunggal, anorganik bentuk tablet, anorganik bentuk prill, anorganik granul, organik kompos padat, organik kompos cair, organik granul, pembenah tanah ( amilioran), pupuk mikro, pupuk cair dan media tumbuh.
Karakter Industri Pupuk IKM – yang tersebar dan memiliki aneka jenis pupuk berbeda-beda memungkinkan turut menunjang bagi upaya pemenuhan kebutuhan pupuk nasional secara lebih bersaing. Terlebih bagi penerapan konsep pemupukan spesifik lokasi, kemampuan penyediaan di dekat petani dengan menyediakan pupuk secara spesifik baik bentuk dan komposisi unsur hara, IKM Pupuk memungkinkan berperan dalam penyediaan pupuk sesuai kebutuhan lokal. Karakter berbeda potensi pertanian, baik dilihat dari tingkat kesuburan tanah maupun jenis tanah, memerlukan pendekatan spesifik lokalita dengan menyediakan berdasar jenis dan formula berbeda per lokasi pertanian.
Disamping potensi diatas, sejalan dengan bergulirnya issue di luar wilayah pertanian tentang masalah sampah kota, kini banyak pelaku memulai dengan mendirikan Instalasi Pengolahan Kompos Kota (IPKK) dalam pembuatan kompos cair dan kompos padat. Sesuai sifatnya, kompos padat dan kompos cair, sebagai material organik bagi perbaikan struktur lahan, akan berperan dalam meningkatkan dan mereklamasi kesuburan lahan. Dengan tingkat investasi yang relatif kecil, usaha kecil dan bahkan katagori usaha mikro ini, bisa diandalkan di masa depan sebagai unit penyedia pupuk dan material organik secara tersebar di berbagai wilayah. Dalam beberapa tahun saja, dengan penyediaan aneka alat mesin pembuatan kompos ( komposter, bio reaktor) kini telah tersebar Instalasi Pengolahan Kompos Kota (IPKK) di Papua, Ambon, Kutai Barat, Kalimantan selatan dan lainnya.
Permasalahan Industri Pupuk IKM Di Indonesia
Sementara uraian diatas menyampaikan potensi, sebenarnya tidak kurang masalah yang dihadapi IKM Pupuk. Kesulitan modal kerja guna memenuhi permintaan akan penempatan produk di dekat lokasi pelanggan, kesulitan aksesibilitas pada sumber bahan baku sampai kenaikan biaya produksi akibat naiknya biaya energi, serta melemahnya daya saing akibat adanya subsidi bagi pupuk tertentu serta kenaikan biaya transportasi, telah membuat IKM Pupuk dalam negeri sedikit demi sedikit mulai gulung tikar. Bila tahun 2004 saja terdapat 256 perusahaan produsen IKM Pupuk kini diperkirakan paling banyak hanya tinggal 50 perusahaan saja – yang masih bisa bertahan dengan segala kesulitannya.
Persaingan dengan industri besar juga telah turut menurunkan kemampuan bertahan IKM Pupuk. Diperkirakan pangsa perusahaan pupuk skala kecil semakin menyempit, menyusul meluasnya program kemitraan produksi pupuk organik – yang dilakukan PT Petrokimia Gresik dengan menggandeng mitra di beberapa kabupaten, maupun masuknya BUMN produsen pupuk ( Pupuk Kaltim, Petro Gresik, PT Pupuk Kujang) pada jenis pupuk majemuk- yang dimasa lalu merupakan lahan bisnis IKM. Berdasarkan catatan APPKMI, PT Petrokimia Gresik telah mengoperasikan 10 pabrik pupuk organik di Jatim yang berkapasitas 10 ton per hari per unit. Dalam program kemitraan itu PT Petrokimia Gresik berperan sebagai pemasok mesin pabrik dan teknologi pemrosesannya, sementara mitranya menyediakan dana investasi yang mencapai Rp2 miliar – Rp3 miliar per unit. Regulasi perijinan dan kurang konsistennya penegakan aturan juga telah turut melemahkan pasar pupuk IKM. Pada masa 5 ( lima ) tahun terakhir, setelah 148 IKM Pupuk mendapat sertifikat SNI, di lapangan hampir tidak dirasakan adanya insentif atas prestasi perolehan standar mutu tersebut. Pengucuran subsidi pemerintah pun sama sekali tidak mempertimbangkan sertifikat mutu ini sebagai dasar suatu insentif atau pemberian subsidi. Demikian juga perlakuan dalam pembelian pupuk bagi kepentingan pemerintah, perolehan SNI maupun ijin peredaran ( No Pendaftaran ) hampir tidak berarti dalam praktek persaingan tender di lapangan. Padahal diketahui bersama, perolehan sertifikat maupun No Pendaftaran, bagi IKM Pupuk, sungguh memiliki rasio besar dilihat dari pengerahan alokasi biaya dan sumberdaya terhadap penjualan, yang dengan itu akan membedakan penetapan harga jual dibanding pupuk tanpa legalitas sesuai peraturan yang ada. Dengan perlakuan sama atas pupuk bersertifikat dan tidak bersertifikat, telah melunturkan kepercayaan pelaku IKM Pupuk dalam memperoleh legalitas ( No Pendaftaran) dan sertifikat standar mutu.
Berdasar diatas, bisnis pupuk – khususnya pupuk majemuk derivatif pupuk tunggal tidak akan lagi menjadi besar dan tidak menarik dilakukan oleh swasta IKM ( selain oleh BUMN ) karena berbagai faktor antara lain :
1. Adanya disparitas harga antara pupuk subsidi ( pupuk tunggal dan majemuk NPK tertentu) dengan pupuk non subsidi ( pupuk majemuk hasil IKM) ,
2. Kebijakan tataniaga pupuk telah membuat banyak produsen pupuk majemuk dengan bahan baku pupuk tunggal diliputi kecemasan oleh kemungkinan ada masuknya pupuk bersubsidi dari supplier atau karena pemeriksaan aparat.
3. BUMN produsen pupuk tunggal sudah sangat kuat (powerfull) dan kini melakukan bisnis sama dengan UKM produsen pupuk majemuk
Langkah Strategis Pengembangan Industri Pupuk
Guna ikut memecahkan sebagian masalah IKM Pupuk serta memberi sumbangan pemecahan masalah penyediaan aneka pupuk kepada para petani Indonesia – sebagaimana diuraikan diatas maka, diperlukan langkah bersama antara pemerintah (regulator), BUMN Produsen Pupuk Tunggal ( Urea) dan IKM Pupuk – produsen Pupuk derivatif guna berbagi peran sesuai dengan kekuatan dan kemampuan serta penguasaan sumberdayanya masing-masing.
-
IKM Pupuk hendaknya ditempatkan secara proporsional dalam struktur industri pupuk nasional – sebagai pelaku industri pupuk derivatif dari BUMN produsen pupuk tunggal. Diperlukan peranan perusahaan distribusi pupuk (urea) – yang khusus memberikan jaminan kepastian harga, ketersediaan dan waktu penyediaan kepada para IKM Pupuk tersebut. Menjamin ketersediaan bahan baku IKM Pupuk – dalam hal ini Urea- melalui kegiatan distribusi dan pemasokan.
-
Percepatan penerapan konsep pemupukan spesifik lokasi guna meningkatkan efisiensi dan efektivitas penggunaan pupuk oleh para petani ( pangan). Dengan tersedianya database kesuburan lahan di berbagai lokasi sentra utama pertanian disertai peningkatan akses IKM Pupuk menguasai data akan segera menurunkan kebutuhan pupuk tunggal dalam negeri,
-
Peningkatan upaya perbaikan struktur dan kesuburan lahan melalui penggalakan penggunaan pupuk organik ( kompos) dan amilioran guna menurunkan konsumsi pupuk secara berlebihan, dan mengupayakan penyediaannya kepada IKM dan usaha mikro penyedia kompos.
Demikian usulan ini disusun dengan harapan memberi bahan kajian akan penting dan strategisnya upaya penguatan Industri Kecil Menengah (IKM) Pupuk dilihat dari kepentingan meningkatkan efisiensi dan peningkatan produktivitas pertanian nasional, mengurangi ketergantungan petani pada pupuk (Urea) dan jenis pupuk lainnya yang makin terbatas serta memberi peluang bagi perluasan lapangan kerja dan usaha di Indonesia.
Penutup
Walaupun penulis mengetengahkan pupuk bersubsidi sebagai satu masalah bagi pengembangan Industri Pupuk IKM, namun bukan dimaksudkan untuk memperdebatkannya. Perdebatan tentang pupuk bersubsidi belum atau bahkan tak akan pernah kunjung selesai, namun semua sepakat bahwa pupuk bersubsidi adalah persoalan semua pihak, dan bukan hanya kepentingan orang, golongan, kelompok, maupun partai politik tertentu. Lahirnya kebijakan pupuk bersubsidi sesungguhnya tidak bisa kita lepaskan dari adanya spirit untuk memberi penghormatan dan apresiasi terhadap jerih payah kaum tani. Pemikiran yang dikemukakan lebih didasarkan atas keperluan mendudukan masalah pupuk sebagai hal penting dalam meningkatkan produktivitas dan produksi pertanian nasional sehingga, sudah selayaknya bila para stake-holder saling menjalin kerjasama bagi upaya pemenuhanya.
Berbagai faktor yang mempengaruhi dalam penyediaan pupuk bagi petani agar tetap berdaya saing, hendaknya diupayakan bersama dengan mereka ulang desain industri pupuk dan perpupukan nasional. Pembagian peran antara perusahaan besar milik Negara (BUMN), IKM Pupuk dan bahkan usaha mikro dalam menyediakan pupuk ( kompos organik) serta tidak kurang pentingnya dukungan pemerintah sebagai regulator agar semua pelaku dapat menyumbangkan peranannya bagi tujuan dan cita-cita bersama memenuhi kebutuhan pupuk bagi pertanian, petani dan pertanian Indonesia (***)
Saat ini saya sedang menyusun skripsi ttg distribusi pupuk di Jawa barat. Saya kesulitan memperoleh data berkatian dengan pupuk. Apakah bpk/ibu bisa menolong saya? Saya dapat dihubungi via email: ekaadinugraha@gmail.com . sblmnya saya ucapkan terima kasih.
Saat ini saya sedang menyusun skripsi ttg distribusi pupuk di Jawa barat. Saya kesulitan memperoleh data berkatian dengan pupuk. Apakah bpk/ibu bisa menolong saya? Saya dapat dihubungi via email: ekaadinugraha@gmail.com . sblmnya saya ucapkan terima kasih.
Salam kenal, saat ini saya sedang menyusun skripsi ttg distribusi pupuk khususnya di Jawa Barat.saya kesulitan memperoleh data permintaan pupuk. Apakah bapak/ibu bisa menolong saya berkaitan dengan data permintaan pupuk? atas perhatiannya saya ucapkan terima kasih.
ekaadinugraha@gmail.com