Jawa Barat Punya Potensi Unggulan
Minggu, 20/05/2012 – 04:06
BANDUNG, (PRLM).- Wakil Ketua Umum Kadin Jabar Bidang Pertanian, Kehutanan, dan Peternakan, Sonson Garsoni mengatakan di Bandung Sabtu, Jawa Barat memiliki banyak potensi unggulan yang berkaitan dengan kedaulatan pangan.
Kondisi ini tidak terlepas dari “modal bawaan” berupa kekayaan alam. Hanya saja, tidak banyak pengembangan yang dilakukan untuk mengoptimalkan sumber daya tersebut. Padahal sisi lain, seperti teknologi pertanian misalnya, bisa jadi pintu untuk memperkuat daya saing produk pangan.
Kelebihan yang dimiliki sebenarnya bisa membuat berbagai produk pangan Jawa Barat unggul di pasaran, termasuk saat bersaing dengan produk impor. “Jangan hanya menggantungkan faktor alam. Seharusnya kita memprioritaskan komoditas yang memiliki keunggulan komparatif untuk kemudian menjadi keunggulan kompetitif,” katanya.
Penggenjotan dari sisi produksi mutlak dilakukan jika ingin tetap bertahan di pasaran. Pasalnya, penerapan regulasi dalam perdagangan untuk melindungi produk lokal sulit untuk dilakukan. Kesepakatan perdagangan bebas dengan sejumlah negara adalah konsekuensi yang harus dihadapi.
“Regulasi sebenarnya diperlukan. Tapi kita sudah memiliki komitmen dengan beberapa negara. Kalau kita proteksi, mereka akan membalas,” ujar Sonson.
Selain pertanian, pemenuhan pangan dari hasil ternak masih perlu menjadi catatan. Untuk sektor ini, keunggulan terbesar Jawa Barat adalah penyediaan daging ayam. Pasokan dari Jawa Barat tidak hanya mampu memenuhi kebutuhan sendiri, tapi juga dikirim ke daerah lain. Berbeda dengan kebutuhan daging sapi, atau telur ayam yang cenderung defisit.
Hal ini terjadi karena adanya penguasaan pemodal besar dalam industri ayam. “Produksi ayam sudah bergeser dari peternak kecil menjadi korporasi multinasional yang menguasai dari hulu ke hilir,” kata Sonson.
Pada 2010 misalnya, produksi total daging ayam Jawa Barat sekitar 431 ribu ton, dengan kebutuhan sekitar 194 ribu ton. Pada tahun yang sama, terjadi defisit untuk daging sapi.
Dari kebutuhan sekitar 121 ribu ton, produksi daging sapi lokal dan impor hanya sekitar 82 ribu ton. Telur ayam pada periode yang sama juga mengalami defisit, dengan produksi sekitar 120 ribu ton, sedangkan kebutuhan 285 ribu ton. Sisa kebutuhan daging sapi harus didatangkan dari daerah lain, termasuk impor dari Australia dan Selandia Baru. (A-179/A-26).***