Hujan deras beberapa minggu terakhir ini di berbagai wilayah pertanaman padi menyebabkan sejumlah tanaman padi yang belum dipanen, terendam air. Bahkan hampir di semua areal sawah yang belum dipetik itu, kini tergenang. Anomali iklim yang ditandai oleh tingginya curah hujan, kecepatan angin dan genangan air telah menyebabkan kerugian besar para petani, khususnya petani padi, palawija dan sayuran. Sifat tanaman semusim, sangat rentan terkena, karena perakaran dangkal dan batang kecil, mudah dirobohkan oleh angin dan hujan dengan intensitas tinggi.
Seperti sering terjadi di beberapa areal sawah di Kecamatan Alian, Kebumen, Kutowinangun, Klirong, dan sekitarnya. Selain membuat sawah tergenang, hujan yang turun tiap malam itu juga merobohkan banyak tanaman padi tua. Menurut beberapa petani di Desa Adikarso Kebumen kemarin, sebenarnya mereka akan memanen padinya satu dua hari lagi. Namun belum semuanya rampung, hujan dan angin keburu datang. Sebagian besar padi cisedane yang telah menguning di desa itu pun kini roboh.
Bahkan banyak gabah yang dijemur di gudang, di pelataran rumah atau di tepi jalan kehujanan karena tak dimasukkan ke dalam rumah. Kondisi tersebut akan membuat kualitas gabah panenan petani Kebumen menurun, dan kemungkinan ditolak Bulog.
Penyebab lain padi sering roboh di berbagai daerah tersebut karena sistem pemupukan. Selama ini petani hanya bertumpu pada pupuk urea, apalagi bentuk pupuk prill secara ditaburkan di areal. Selain pupuk tabur mudah terbawa aliran air dan menguap, pemupukan Urea tanpa input hara jenis lainnya ( Posfat, KCL) secara berimbang, menurunkan vigor tanaman. Pupuk urea memang menyuburkan, namun akibatnya justru riskan karena padi mudah roboh jika diterpa angin dan hujan seperti sekarang.
Secara terpisah Kasubag Bina Pertanian Pemkab Sumardiyono SE, pernah mengharapkan para petani melakukan pemupukan berimbang dan menerapkan panca usaha tani secara konsisten ( Suara Merdeka, 2005). Dari sisi efisiensi, petani dianjurkan memakai pupuk tablet. Menurut analisisnya, atas dasar hasil penelitian di lapangan, penggunaan urea tablet lebih efisien dibanding dengan pril. Dia mencontohkan untuk lahan seluas 100 ubin (1 ubin=12 meter2), butuh pupuk urea pril 52 kg atau Rp 52.500. Adapun untuk lahan yang sama, dengan tablet hanya menghabiskan 25 kg dan hanya sekali pemupukan atau menghabiskan Rp 31.250. ”Dari penghematan lebih efisien pupuk tablet.”
Namun dia mempertanyakan, selama ini distribusi pupuk tablet susah didapat dan jarang ditemukan. Padahal sebenarnya, petani masih membutuhkan barang tersebut. Apalagi ada kelebihan lain seperti pupuk tablet ini tidak menyebabkan akar rumput terlalu besar sehingga ada efisiensi tenaga kerja.