Dengan dukungan reaktor konversi musnah (RKM) dalam usaha pengelolaan sampah secara komersial berprinsip reduce-reuse-recylce (3R) di sumber timbulannya (TPS), atau dikenal dengan TPS 3R, mendukung bagi berjalannya pengelolaan sampah kota berbasis masyarakat. Pengelolaan sampah dengan Reaktor Konversi Musnah, yang terdiri dari paket teknologi BiophoskkoGas ( Biogas- Pirolisis- Komposter- Gasifier), masalah dari timbulan sampah tidak lagi menjadi beban pemerintah melainkan, justru, menjadi ekonomi baru yang mensejahterakkan rakyat.
Pengembangan badan usaha dengan dukungan reaktor konversi musnah di berbagai lokasi timbulan sampah, mendorong pemerintah menyederhanakan sekaligus mengurangi besaran biaya organisasi SKPD bahkan, pemerintah tidak perlu lagi memiliki Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Sampah. Anggaran Pemerintah Kab/Kota maupun penerimaan dari retribusi kebersihan dialokasikan menjadi typing fee yang dibayarkan kepada usaha masyarakat.
Mekanisme penerimaan sampah terpilah di Bank Sampah Posko Hijau berdasar jenisnya dibagi 5 (lima) meliputi :
1. sampah organik ( berasal dari makhluk hidup), dijadikan bahan baku bagi pembangkitan biogas dalam digester maupun komposter,2. plastik jenis bernilai (PE, PET) seperti botol kemasan air mineral dan sejenisnya dipanaskan dalam reaktor pirolisis (kedap udara) dijadikan minyak bakar maupun dijual dalam bentuk hasil pencacahan bentuk biji plastik setelah diolah dalam mesin pencacah,3. aneka jenis plastik campuran ( kresek, styrofoam, pampers, kemasan makanan dan sejenisnya) dalam reaktor pirolisis dijadikan minyak bakar kualitas rendah4. sampah kering campuran ( kain, kayu, dan tanaman kering lainnya) dimasukan reaktor gasifikasi menghasilkan panas (kalor) tinggi sebagai energi bagi reaktor pirolisis ad 2 dan ad 3 maupun panas bagi kebutuhan lainnya,5. limbah makanan hewani ( tulang, duri ikan dan daging) dijadikan tambahan pakan lele yang dibudidayakan dalam lumpur digester biogas.
Pendapatan dari usaha konversi sampah (RKM) diperoleh dari typing fee ( jasa pengelolaan sampah) dari penimbul sampah. Misalnya, bagi kawasan perumahan, sumber dana typing fee diperoleh dari iuran warga yang selama ini dikelola RW. Sementara, kawasan komersial (komplek niaga, kawasan industri) dan property lainnya telah lazim menjadi tanggungjawab pengembang (developer). Typing fee atas timbulan sampah juga dapat ditetapkan dan diatur dalam Peraturan Daerah (Perda). Besaran typing biasanya berbeda antara satu kota dengan lainnya tergantung kepada perimbangan hak dan kewajiban antara penimbul dan pengelola sampah. Di kota Bandung, misalnya, PT BRILL mendapat pembayaran atas jasa pengelolaan atas sampah yang disetor pengelola kebersihan kota ( dhi. PD Kebersihan) Rp 350.000/ ton. Sementara DKI Jakarta menetapkan typing fee ke Bantar Gebang Rp 114.000/ ton.
Typing fee akan sangat membantu pengelola sampah ( skala kecil tersebar di dekat timbulan sampah) untuk berkembang secara berketerusan (sustainable). Dengan peranan kelembagaan Bank Sampah – yang menjadi patner badan usaha sampah- akan terjadi pendistribusian manfaat ekonomi sampah bukan saja bagi badan usaha melainkan juga kepada masyarakat secara luas (*).