
Guna mendukung penyediaan protein hewani melalui pengembangan ternak ruminansia (sapi, domba, kerbau, kambing) sangat tergantung kepada ketersediaan pakan (hijauan dan konsentrat). Penanaman rerumputan ( jagung, sorgum) secara masif dan berskala besar dapat dilakukan dengan memanfaatkan kemelimpahan kompos dari hasil pengolahan sampah perkotaan. Pada tujuan bagi pakan ternak, budidaya sorgum maupun jagung dapat dilakukan dengan cara tabela ( tanam benih langsung) diatas media kompos ataupun cara disebar tanpa tugalan, Pada usia tanam sekitar 60 hari, sorgum dapat dipanen tanpa harus menunggu matangnya biji pada hari ke- 90.
Cara modern dalam pembuatan pakan ternak ransum komplit adalah menggunakan alat Rotary Fermentor Silase (RFS). Dengan RFS, silase dapat dibuat dengan menempatkan potongan hijauan yang telah dicampur dengan pengawet sekaligus sebagai pengaya protein seperti dedak, bekatul, tepung ikan di dalam rotary berputar (Rotary Kiln) untuk terjadinya fermentasi oleh bakteri aktivator.
Hijauan yang sudah dilayukan dicampur dengan cara mengayuh rotary dengan bahan pengawet sampai rata. Bahan silase dimasukkan sedikit demi sedikit secara bertahap ke dalam RFS sampai melebihi permukaan untuk menjaga kemungkinan penyusutan volume selama penyimpanan agar tidak terjadi cekungan dalam permukaan sehingga air masuk kedalamnya, pengisian harus dilakukan dengan cepat dan disusun dengan baik.
Setelah pengisian bahan silase ke dalam tabung, injak2 dan rapatkan untuk mencegah terjadinya ruang udara. Kemudian segera ditutup rapat sehingga udara dan air tidak dapat masuk ke dalam Rotary, caranya penutup pertama diberi lembaran plastik kemudian ditutup dengan tanah setebal lebih kurang 50 cm kemudian diatasnya disimpan pemberat supaya material benar-benar rapat. Setelah melalui pencacahan Mesin Pencacah Organik, material bahan pembuatan silase dalam Rotary Fermentor Silase (RFS) akan mengalami proses fermentasi silase yang terdiri atas 5 tahap yaitu :
• Tahap 1, adalah penyimpanan hijauan dan terjadi produksi CO2 dan panas dari sel tanaman
• Tahap 2, terbentuk asam asetat oleh bakteri pembentuk asam asetat
Tahap 3, adalah pembentukkan asam laktat oleh bakteri pembentuk asam laktat dan penurunan bakteri pembuat asam asetat
• Tahap 4, pembentukkan asam laktat terus berlangsung sampai pH yang di-inginkan sehingga aktivitas bakteri berhenti
• Tahap 5, bergantung pada ke empat tahap sebelumnya, apabila asam asetat dan asam laktat cukup untuk menahan bakteri pembusuk maka selanjutnya silase akan tetap awet dan tersimpan baik.
Fermentasi menghasilkan panas, karena energi kimia dari pakan hijauan digunakan oleh bakteri untuk melakukan fermentasi. Sehingga kandungan energi silase umumnya lebih rendah daripada hijauan. Namun kekurangan ini dapat diabaikan mengingat begitu banyaknya manfaat silase. Selain itu, dengan pecahnya selulosa, energi yang digunakan hewan ruminansia untuk mencerna silase menjadi lebih sedikit.

