Sementara data menunjukan makin menaiknya impor jagung, kedelai dan bahkan mulai lagi dibukanya impor beras, dengan alasan anomali iklim secara ekstrim, Direktur Jenderal Perdagangan Luar  Negeri, Kementerian  Perdagangan RI di Jakarta, Jumat (12/11) mengungkapkan data bahwa, Januari –  September 2010, terjadi kenaikan impor pupuk ke Indonesia.  Permintaan impor tertinggi itu dikarenakan, naiknya konsumsi pupuk  secara  langsung dan juga untuk bahan baku pabrik pupuk. Menurutnya, impor  pupuk itu  dibutuhkan karena ada sebagian bahan baku tidak bisa diproduksi di dalam  negeri.  Sejalan dengan itu, data BPS (2010) menyebutkan, impor pupuk  Januari-September 2010 tercatat  sebesar US$ 1,065 miliar atau setara dengan Rp. 9,585 trilyun. Angka ini naik 77,81% dibandingkan impor pupuk,  di periode yang sama tahun lalu, sebesar US$ 599,365 juta.  Permintaan impor tertinggi itu dikarenakan naiknya konsumsi pupuk secara  langsung dan juga untuk bahan baku pabrik pupuk.
 Kondisi makin  meningkatnya defisit (kekurangan)   dalam memenuhi kebutuhan unsur hara pupuk, terjadi di banyak negara. Namun, bagi Indonesia, yang diimpor bukan hanya pupuk sebagai bahan dalam pertanian, namun juga hasil pertaniannya. Di tingkat internasional pun,  baik jenis maupun jumlah,    dari tahun ke tahun diketahui makin besar. Bagi Indonesia,  yang juga produsen terbesar salah satu jenis pupuk (Urea), bagi kebutuhan  beberapa unsur hara lainnya, upaya   pemenuhannya, sebagian besar masih mengandalkan impor. Sumber hara makro  primer bagi pembuatan pupuk super posfat dan KCL serta hara makro  sekunder dan  unsur mikro element, masih berasal dari impor.
Kondisi makin  meningkatnya defisit (kekurangan)   dalam memenuhi kebutuhan unsur hara pupuk, terjadi di banyak negara. Namun, bagi Indonesia, yang diimpor bukan hanya pupuk sebagai bahan dalam pertanian, namun juga hasil pertaniannya. Di tingkat internasional pun,  baik jenis maupun jumlah,    dari tahun ke tahun diketahui makin besar. Bagi Indonesia,  yang juga produsen terbesar salah satu jenis pupuk (Urea), bagi kebutuhan  beberapa unsur hara lainnya, upaya   pemenuhannya, sebagian besar masih mengandalkan impor. Sumber hara makro  primer bagi pembuatan pupuk super posfat dan KCL serta hara makro  sekunder dan  unsur mikro element, masih berasal dari impor.  Bentuk pupuk sebagai barang jadi, yang diimpor, diantaranya  jenis pupuk  dalam bentuk Phosphates ( P2O5),  kalium (  K2O),  hara  makro sekunder antaranya Magnesium atau kieserite ( Mg),   Sulfur ( S),   Calcium ( Ca) dan mikro elemen ( Fe,  Zn,  Mo,  B,  Bo). Sejauh ini  pupuk, yang sepenuhnya merupakan produksi dalam negeri,  hanyalah unsur  Nitrogen dalam bentuk pupuk Urea  atau bentuk  Diaminomethanal (  NH2) 2CO dan  sebagian kecil pupuk SP dari sumber deposit tersebar dalam  jumlah  kecil (spot deposit) di Jawa bagian Selatan dan  daerah lainnya.
Bentuk pupuk sebagai barang jadi, yang diimpor, diantaranya  jenis pupuk  dalam bentuk Phosphates ( P2O5),  kalium (  K2O),  hara  makro sekunder antaranya Magnesium atau kieserite ( Mg),   Sulfur ( S),   Calcium ( Ca) dan mikro elemen ( Fe,  Zn,  Mo,  B,  Bo). Sejauh ini  pupuk, yang sepenuhnya merupakan produksi dalam negeri,  hanyalah unsur  Nitrogen dalam bentuk pupuk Urea  atau bentuk  Diaminomethanal (  NH2) 2CO dan  sebagian kecil pupuk SP dari sumber deposit tersebar dalam  jumlah  kecil (spot deposit) di Jawa bagian Selatan dan  daerah lainnya. Ketersediaan pupuk kimia, sebagai sumberdaya tidak terbarukan  (unrenuwable) sementara,  dilain pihak,  penggunaannya makin meningkat,     telah dan akan mendorong peningkatan harga dan kekurangan  (defisit)  secara terus menerus. Bahkan   ancaman defisit,  antara kebutuhan unsur hara pupuk dengan  ketersediaan,   tanpa antisipasi yang memadai sejak saat ini diprediksi  akan makin  besar dimasa-masa mendatang.
  Ketersediaan pupuk kimia, sebagai sumberdaya tidak terbarukan  (unrenuwable) sementara,  dilain pihak,  penggunaannya makin meningkat,     telah dan akan mendorong peningkatan harga dan kekurangan  (defisit)  secara terus menerus. Bahkan   ancaman defisit,  antara kebutuhan unsur hara pupuk dengan  ketersediaan,   tanpa antisipasi yang memadai sejak saat ini diprediksi  akan makin  besar dimasa-masa mendatang. Belum berjalannya konsep pemupukan spesifik lokasi,  yakni teknik   asupan hara berdasar kondisi kesuburan lahan di masing-masing lokasi (   spesifik lokalita),  juga telah memberi sumbangan pada menaiknya   kebutuhan pupuk. Pemakaian dosis pupuk pun berjalan dengan tidak   bijaksana. Walaupun telah menjadi kebijakan pemerintah sejak lama,  dan   diyakini akan meningkatkan produktivitas tanaman sekaligus mengurangi   pemakaian pupuk, petani dan pelaksana pemerintahan di lapangan pada   umumnya belum menjalankan pola pemupukan spesifik lokalita tersebut.
Berbagai upaya  menurunkan penggunaan pupuk kimia yang berlebih telah lama dijalankan,  diantaranya dengan menyajikan pupuk urea tablet hingga pupuk majemuk  tablet. Kendati diketahui, kemudian dirasakan, manfaatnya pupuk tablet  bagi penghematan dosis dan biaya pemupukan kebun dan tanaman, namun  dirasakan kurang praktis, hanya sebagian kecil petani yang mau  menjalankan teknik pemupukan dengan tablet ini.  

Bahkan lebih jauh, kondisi yang ada memperlihatkan kalau sebagian besar petani Indonesia, diluar sebagian kecil pengusaha perkebunan dan perusahaan agribisnis, masih memiliki ketergantungan bahwa pupuk adalah urea ( urea minded). Disamping ketergantungan pada jenis dan merk pupuk tertentu, umumnya petani dan sebagian pengusaha agribisnis belum memiliki akses secara memadai terhadap penguasaan data dan informasi kesuburan lahan tempat pengusahaan pertaniannya. Padahal, tanpa pemupukan spesifik lokasi, untuk mengejar produktivitas yang sama akan diaplikasikan para petani, rataan asupan dosis pupuk, yang makin meningkat.. Dan, sejalan dengan itu pencemaran lingkungan tanah pertanian pun makin tinggi.
Bertambahnya lahan kritis tercemar pupuk   kimiawi akibat dosis tinggi,  berpindahnya bahan organik ke kota, menjadi sampah organik, tanpa   pengembalian dari material sisa konsumsi manusia tersebut ke sistim pertanian dan kebun serta, pengalih fungsian   lahan akan mengancam pada produksi pangan dan hasil pertanian nasional, di masa sekarang dan,  juga   dimasa datang. Fenomena impor beras, meningkatnya impor jagung, kedelai, buahan dan aneka bahan pangan lainnya menunjukkan makin terancamnya ketahanan pangan Indonesia. Sayang dan anehnya, ditengah  kegagalan produksi berbagai komoditi pertanian, impor pupuk justru meningkat.   +)

 
                         
                         
                         
                         
                         
                         
				
			


 
				
			 
				
			 
				
			