Merencanakan Produksi Kompos Di Malaysia

Memasuki Negeri Melaka- yang berbataskan Negeri Sembilan di utara dan Johor di Timur atau setelah perjalanan sekitar 1 jam dari Airport LCCT di Kualalumpur- sebagai salah satu wilayah Persekutuan dari Malaysia- di suatu hari, kamis, 5 April 2007, langsung teringat suatu hikayat popular. Dalam masa pemerintahan Sultan Mansur Syah – syahdan dikisahkan oleh sebuah hikayat Melayu – yang menggambarkan kehebatan 5 pendekar yaitu Laksamana Hang Tuah, dengan kawan-kawan karibnya Hang Jebat, Hang Lekir, Hang Leukiu dan Hang Kasturi. Konon karena fitnah, kemudian Hang Tuah itu dianggap berkhianat dan harus dihukum dengan dibunuh; Namun, kemudian, akhirnya, hanya diasingkan atas jasa Bendahara Kesultanan ( Perdana Menteri sekarang, red) bernama Tun Perak. Kemudian kelak Hang Tuah, disaat Hang Jebat memberontak kepada Sultan, muncul kembali dan menyelamatkan raja dengan mengalahkan kembali Laksamana Hang Jebat- yang diangap telah durhaka kepada Sultan tersebut. Hikayat ini pula – yang menggambarkan isteri Hang Jebat- yang telah terkalahkan dan bahkan terbunuh Hang Tuah, yakni Dang Wangi – kemudian menetap di Singapura guna membesarkan anaknya bernama Hang Nadim. Hikayat Melayu ini cukup menggambarkan kemengertian kita akan hubungan Sumatera, Singapura dan Malaysia, dengan membaca sejarah kebudayaan Melayu – pada jaman kejayaannya sekitar tahun 1511 – sebelum kemudian dijajah Portugis. Antara Melaka, Singapura- tempat pelarian Dang Wangi – seorang dayang istana yang diperistri Hang Jebat kemudian melahirkan anak bernama Hang Nadim tadi – dan kini diabadikan kemudian sebagai nama airport Batam – serta Sumatera, ketiganya ternyata merupakan bagian kerajaan Sriwijaya. Kerajaan yang berpusat di wilayah Sumatera Selatan – kini menjadi Palembang, antara Sumatera- Malaysia dan Singapura terdapat hubungan historis yang amat panjang karena, keterikatan sebagai suatu wilayah dari kerajaan Sriwijaya. Kerajaan ini amat disegani dan memiliki wilayah amat luas- disamping saingannya saat itu – yakni kerajaan Majapahit di Timur dan Kerajaan Siam ( Thailand) di Utara.

Konon, dalam pertempuran antara kedua Laksamana tersebut digambarkan sampai 7 hari tujuh malam- dan salah satu kehebatan ke dua Laksamana tersebut dikisahkan berasal dari pemilikan sebuah keris Taming sari – yang asalnya dimiliki pendekar Jawa. Keris itu, berasal dari Pendekar Jawa Taming Sari – yang dikisahkan membuat setiap pemiliknya bisa menjadi pendekar yang kebal. Disaat raja Melaka berkunjung ke Majapahit, saat mana terjadi pertarungan hebat antara Hang Tuah dengan pendekar Jawa tersebut, kemudian keris pun jatuh ketangan Hang Tuah.

Eh..selanjutnya bukan mau cerita soal keris tapi soal Green Phoskko – yakni suatu formula activator kompos – yang dikarenakan ketatnya karantina Malaysia akhirnya harus dikerjasamakan menjadi produk baru di Melaka Biotech. Setelah CVSK gagal memenangkan “pertarungan” minta ijin kastam Diraja Malaysia selama 7 bulan – agar bisa masuk dengan leluasa ke Malaysia, akhirnya melalui serangkaian dialog, Melaka Biotech dan Cipta Visi Sinar Kencana – melalui Konsortium Melayu selayang Bhd (KmsB) – akhirnya bersepakat menyerahkan keris…………….eh ……..menyerahkan inokulan dan formula Green Phoskko – compost activator tersebut. Namun demikian, bahan dasar media gambut air tawar – yang tidak boleh ditawar lagi – serta memang terbatas dan tidak dibolehkan dieksploitasi di Malaysia- dengan induk Inokulan tetap di import dari Majapahit………………eh Sinar kencana di Bandung. Jadi hasil akhir dialog, di suatu hari Kamis tanggal 5 April 2007, 5 ( lima) pendekar eh………5 bahan induk konsortium mikroba (bakteri aktinomycetes– spesies aktinomyces naeslundii, Lactobacillus spesies delbrueckii, Bacillus Brevis, Saccharomyces Cerevisiae, ragi, dan jamur serta Cellulolytic Bacillus Sp) dan bahan media career dari Jawa kemudian pembiakan dan injectionnya dilakukan di Melaka Biotech Semenanjung Malaysia.

Dalam kerjasama tersebut, direncanakan produksi pada sejumlah 50.000 kg selama 5 tahun, dengan kewajiban CVSK – melalui peranan Dr Tualar Simarmata – akan mewakili kepentingan CVSK dalam menunaikan kewajiban melakukan technology transfer, penyusunan SOP, membantu pengadaan peralatan fermentor hingga injector serta menjamin kualitas pada umumnya bagi berjalannya produksi compost activator di negeri Melaka.

Dengan permufakatan produksi aktivator kompos antara CVSK dengan Melaka Biotech diatas, meneguhkan perusahaan CVSK- sebagai perusahaan prinsipal di Bandung – atas berbagai jenis produk Kencana Articles “Unik-menyehatkan & Ramah Lingkungan”- dengan salah satu produk biotech andalannya adalah compost activator– melangkahkan kaki dengan pasti meluaskan pemasaran ke Semenanjung melalui Batam. Selanjutnya, maka jangan heran jika CVSK- yang telah meluaskan pemasarannya ke wilayah pasar di wilayah Timur ( wilayah Majapahit dalam sejarah, red) dipegang

oleh orang Sunda Bandung- yakni Dang Yudi ( sampai saat ini belum diketahui hubungannya dengan Dang Wangi- isteri Hang Jebat dalam hikayat Melayu diatas tadi), kemudian mengajak rekan-rekan usahawan di Bandung dan Jawa Barat, memperkuat program Bandung Batam Incorporated (BBI) memasuki wilayah pasar Johor, Melaka dan negeri lain di Malaysia kemudian sampai ke Vietnam, Kamboja, Myanmar, Thailand dan Brunei. Siapa tahu berkat dari keris sakti “Tameng Sari” tadi………..eh compost activator, justru menjadi “tiket masuk” bagi produk Jawa ke Semenanjung+++++++)

2 thoughts on “Merencanakan Produksi Kompos Di Malaysia

  1. setiap negara punya aturan khusus bagi masuknya barang tertentu, pada awalnya bakteri masih dianggap beresiko pada lingkungan. Setelah dijelaskan bahwa bakteri itu ada kelompok yang jadi sahabat manusia ( probiotik), apalagi jika diisolat dari dalam negaranya, barulah dimengerti. Namun, secara khusus, Malaysia membatasi barang elektronik dan plastik, yang sudah banyak diproduksi dalam negeranya

Comments are closed.