Produksi Mikroba Aktivator Kompos Di Malaysia

Malaysia dan Indonesia Sepakat Produksi Mikroba
BANDUNG, (PR).-Malaysia sepakat memproduksi activator komposter atau mikroba untuk proses pengomposan sampah dengan menggunakan teknologi yang dimiliki Indonesia. Hal ini terkait dengan ketat dan konsistennya pemerintah Malaysia menerapkan peraturan karantinanya melalui permit import atas semua produk pupuk, mikroba, dan kompos.

“Hari ini kita sepakat dengan Konsorsium Melayu Selayang Berhand (KMSB) selaku investor akan memproduksi mikroba di Malaysia dengan menggunakan teknologi yang kita miliki. Untuk pengembangannya KMSB akan merangkul University Of Malaya,” tutur Direktur PT CV Sinar Kencana, Ir. Sonson Garsoni di sela penandatanganan MoU pemasaran bahan dan alat komposter ke Vietnam dan Kamboja, di Bandung, kemarin.
Menurutnya, pihaknya kesulitan untuk mengekspor mikroba karena terkait aturan. Namun dengan adanya kerja sama ini, permasalahan ini dapat dituntaskan. Seperti diketahui, Malaysia mengekspor komposter dari Indonesia untuk menyelesaikan persoalan sampah di negeri jiran ini.
Sonson beranggapan, yang terlibat dalam kerja sama ini masing-masing memiliki tanggung jawab besar. PT CV Sinar Kencana selaku produsen atau principal green phoskko activator, biophoskko, komposter, serta green phosko bulking aset yaitu alat dan bahan komposter memiliki tanggung jawab untuk transfer teknologi, training, technical assistence, support promotion dan after sales service.

Sementara KMSB, kata Saiful Bahri A. Hadi, Pengarah Eksekutif KMSB, selaku investor siap menginvestasikan 1 juta ringgit Malaysia untuk pengembangan mikroba ini. Pihaknya berharap, hingga 5 (lima) tahun ke depan dapat diproduksi mikroba sebanyak 40 ton. Jumlah ini tergantung demand. Bila permintaan meningkat, produksi meningkat pula.
Ia berkeyakinan jumlah bakal meningkat. Pasalnya, masalah sampah di Malaysia sama rumitnya dengan yang dihadapi Indonesia. Untuk Kuala Lumpur saja, produksi sampah rumah tangganya mencapai 2.000-3.000 ton per hari.
“Itu jumlah minimal, belum lagi dari kota-kota lainnya. Untuk 1 kg mikroba bisa mengolah 1 ton sampah, 40 ton atau 40.000 kg mikroba bisa mengolah 40.000 ton sampah. Angka ini sangat kecil dibanding dengan jumlah sampah di Malaysia. Artinya, produksi mikroba bisa lebih banyak lagi,” papar Saiful.
Prof. Dr. Mohamad Rom Tamjis, Ketua Tim Advisory University Of Malaya pada kesempatan ini menegaskan beratnya tanggung jawab dari kerja sama ini. “Berat buat kami maupun Indonesia. Kami harus mampu memproduksi mikroba yang sama dengan produksi Indonesia dengan menggunakan media dan teknologi yang sama dengan Indonesia pula. Untuk itu, kami siap bekerja secara maksimal untuk menghasilkan mikroba sesuai spesifikasinya,” tegas Tamjis.
Begitupun ketika dalam perjalanan muncul teknologi baru dari pihak principal, lanjut Tamjis, mau tidak mau pihaknya mengikuti. “Contohnya, dulu produksi kompos memerlukan waktu 10-15 hari, dengan mikroba jenis baru kompos bisa 5-6 hari. Teknologi ini pun harus diikuti oleh pihak Malaysia,” katanya. (A-34)***
—————————-
Berita ini diambil dari Pikiran Rakyat, 24 Februari 2007, klik original : http://www.pikiran-rakyat.com/cetak/2007/022007/24/0603.htm