Pupuk Granular Majemuk Tablet (Gramalet) Merambah Pasar Ekspor


Sinar Harapan (SH), Sabtu, 27 Juni 2009 14:25
Pupuk Gramalet Rambah Negeri Jiran

OLEH: DIDIT ERNANTO

Bandung – Berbagai produk usaha kecil menengah (UKM) telah banyak yang mampu menembus pasar ekspor. Salah satu di antaranya adalah produk pupuk UKM. Adalah Sonson Garsoni yang mempunyai kemauan mengembangkan produksi pupuk ini.
Problematika kelangkaan pupuk yang kerap terjadi di negeri ini menjadi pemicu asa Sonson untuk mencoba membuat produk pupuk majemuk yang dapat menjadi alternatif. “Kelangkaan pupuk yang selalu terjadi setiap tahun merupakan persoalan di sektor pertanian yang harus dicarikan solusinya,” kata Sonson kepada SH belum lama ini. Kelangkaan pupuk tak akan terjadi apabila ketergantungan terhadap pupuk urea buatan industri besar dihilangkan.

Ketergantungan itu membuat permintaan pupuk setiap memasuki musim panen selalu meningkat. Ironisnya, kendati di Indonesia bertaburan industri besar produsen pupuk, nyatanya produksi pupuk itu tak mampu memenuhi kebutuhan petani. Sonson tak berpangku tangan begitu saja sebagai tanda keprihatinan. Berbagai percobaan yang melibatkan para ahli dilakukannya.

Percobaan demi percobaan dimulai di Bogor dan Bandung sejak tahun 1994. Latar belakang keilmuannya di Insititut Pertanian Bogor (IPB) menjadi bekal yang bermanfaat bagi Sonson dalam penelitian itu. Setelah melalui proses yang panjang, Sonson dan kawan-kawan akhirnya mampu membuat pupuk majemuk. Ada sedikitnya 13 hara dalam kandungan pupuk majemuk tersebut.

Setelah yakin pupuk yang dibuatnya benar-benar teruji, baru Sonson memberanikan diri memasarkannya secara luas. Sonson banting setir dari semula hanya menjual pupuk buatan industri besar dan fokus ke pemasaran produksinya sendiri. Untuk memudahkan pemasaran, pupuk majemuk itu kemudian dikemas dalam bentuk tablet. Sonson menyebutnya dengan pupuk gramalet atau kepanjangan dari granular majemuk tablet. Kemampuan produksi yang dilakukan melalui perusahaannya, yaitu Cipta Visi Sinar Kencana, awalnya hanya 10 ton/hari. “Sejak tahun 2003, kapasitas produksi berhasil ditingkat hingga 100 ton/hari,” kata Sonson.
Peningkatan produksi tak terlepas dari semakin banyaknya peminat. Gramalet banyak dipergunakan oleh kalangan perkebunan kelapa sawit di Sumatera, mulai dari Singkil NAD, Kisaran Sumut, Rengat Riau, hingga perkebunan kelapa sawit yang bertebaran di Sumsel dan Jambi. Kemudian, di perkebunan kakao di Sulawesi serta perkebunan karet di Kalsel. Bahkan, pemasarannya kini mulai merambah negeri jiran Malaysia dan New Zealand.
Sonson memanfaatkan penjualan secara online untuk merambah Malaysia. Setelah negeri jiran, pemasaran meluas hingga ke Australia, serta Selandia Baru. Sekalipun telah mampu merambah pasar ekspor, Sonson tak begitu saja berpuas diri. Ingin menembus dominasi pupuk produksi industri besar menjadi mimpinya. Untuk mewujudkannya, Sonson mengaku tidak mudah. Pola pemupukan dengan pupuk urea yang telah dilakukan secara turun temurun membuat petani sulit beralih ke jenis pupuk lainnya.
Bagi Sonson, mengubah pola petani itu merupakan sebuah tantangan besar. Sonson terus berkarya menghasilkan mesin komposter, yakni alat mesin untuk pembuatan pupuk organik. Bahkan, sampah yang dianggap tak bermanfaat mulai diliriknya untuk bahan baku pupuk organik.

“Produksi pupuk organik harus terus dilakukan,” tegas Sonson. Ia berkeyakinan suatu saat nanti ketergantungan petani terhadap pupuk urea dan pupuk an-organik lainnya akan hilang. Petani pun akan beralih ke pupuk organik. Terlebih lagi mesin pembuatan pupuk organik ( komposter Rotary Kiln) yang dibuat Sonson terbukti telah mampu merambah hingga ke negeri jiran**)